Wedding From Mama



 
 
            "selamat pagi ma.." sapa Alfi riang untuk bidadari cantik yang sudah duduk dengan angun dimeja makan ini. mengecup kedua pipi lembutnya. seperti biasa pukul 7 semua sarapan sudah siap, ditambah ibunya yang sudah menunggu Alfi dengan sarapan yang lengkap untuk mereka berdua.
"mama nanti ada meeting sayang, mungkin mama pulang jam 9an. kamu gak usah nunggu mama ya" ucap mamanya lembut pada Alfi, ia memakan nasi goreng lengkap dengan lauknya diatas meja. Alfi mendesah pelan, "haruskah mama melakukan meeting yang dilaksanakan setiap minggunya?, memaksakan mama untuk pulang larut malam? harusnya mama berhenti ma, istirahat dirumah" sahutnya malas. Wina memang seorang workaholic selalu sibuk dengan gambaran-gambaran bangunannya. memang Wina seorang arsitek yang selalu dihandalkan. tak jarang banyak perusahaan yang menggantungkan bangunan mereka padanya.

            Selesai sarapan Alfi dan Wina menghampiri mobil masing-masing, Alfi mencium tangan dan kedua pipi ibunya, memeluknya dengan sayang, memperhatikan lekat-lekat wajah ibunya yang sedikit berbeda, "mama terlihat pucat? apa mama sakit?" ucapnya lembut sambil menangkup wajah ibunya yang putih seputih salju. Wina menggeleng dengan senyum yang melebar, memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. bukan Alfi namanya jika iya percaya begitu saja dengan ibunya yang penuh misteri. ia sering kali melihat ibunya itu menyimpan sesuatu darinya, entah hal kecil sampai besar. "Alfi antar mama kekantor, dan akan menjemput mama sepulang dari kantor. tak ada penolakan ma!" ujar anak gadis itu dengan tegas, menggengam tanganya kuat, menuntun ibunya masuk kedalam mobilnya.

            Alfi memang sangat menyayangi ibunya, lebih dari menyayangi dirinya sendiri. hanya Wina yang ia miliki saat ini, sementara papanya sudah meninggalkan mereka setahun yang lalu. penyakit jantungnya yang semakin parah membuatnya tak dapat bertahan. Alfi juga sangat protektif dengan ibunya, ia sering kali mengantar jemput mamanya dikantor. membawakan bunga atau kue kesukaan Wina. membuat beberapa rekan kerja Wina menatap mereka iri, bahkan anak mereka tak melakukan mamanya semanis Alfi memeperlakukan mamanya.
Alfi anak yang selalu berbakti pada ibunya, ia sering kali menuruti kemauan Wina, apapun itu. ia sangat menyayangi ibunya, memanjakannya, menunggu ibunya yang pulang sangat larut malam jika ada meeting disetiap minggunya. Alfi juga mengikuti bela diri saat SMA, dia bilang ingin melindungi mamanya jika ada pencuri atau pencopet yang ingin menyakiti mamanya.

            "nanti biar mama pulang naik taksi saja ya Alfi, kasian kamu nak" Wina membujuk anak gadisnya yang tumbuh semakin cantik, wajahnya sangat mirip dengan suaminya, mulai dari rambut hitam, mata birunya, dan bibirnya yang merah muda. hanya saja hidungnya mengikuti jejak ibunya. Alfi mengehentikan mobilnya yang sudah memasuki lahan gedung pencakar langit, tempat dimana ibunya itu bekerja, "ma, Alfi gak mau mama kecapekan. Alfi mohon ma" ucapnya lirih sedikit memelas memandang ibunya. Wina tersenyum lalu mengangguk pasrah, sifat Alfi sangat keras seperti Robert suaminya yang sudah bahagia disurga. Alfi memberikan pelukan pada ibunya dan membiarkannya pergi masuki kantor, sementara ia kembali mengemudi menuju kantornya.

***

            "good mor--, mama gak kerja?" kata Alfi dengan sedikit terkejut saat melihat ibunya hanya menggunakan pakaian santai yang biasa ia kenakan. Wina mengukir senyuman manis diwajahnya, "kamu benar nak, mama berhenti. sekarang giliran mama yang akan membuatmu bahagia" mendengar ucapan ibunya, Alfi berlari memutar meja makan, memeluk dan mengecup puncak kepala Wina, "Alfi janji ma, Alfi akan kerja keras untuk kita berdua" senyum Alfi semakin melebar, ia kembali memeluk ibunya setelah beberapa menit ia lepaskan, “I love you so much mam”

***

            Alfi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh, ia benar-benar khwatir saat menemukan ibunya sudah tergeletak tak berdaya didekat ruang tengah. dengan keadaan TV yang masih menyala. sepertinya Wina sedang menonton televisi saat sebelum ia pingsan. Alfi sesekali melihat wajah ibunya yang terlihat pucat, ditambah keringat yang bercucuran didahi dan pelipisnya, membuat gadis itu semakin khawatir. saat sesampainya dirumah sakit, Alfi membawa ibunya dibantu beberapa suster. membiarkan suster mengambil alih untuk menjaga ibunya, sementara Alfi hanya mondar-mandir didepan UGD, dengan rasa cemas dan penasaran yang bercampur menjadi satu. apa yang mama sembunyikan dariku? mama sakit apa sebenarnya? ucap Alfi dalam hati. ia melipat tangannya didepan dadanya, sesekali duduk, berdiri, mondar-mandir lagi. ia benar-benar gelisah.

            Alfi benar-benar berdiri saat pintu UGD terbuka, memunculkan sosok pria paruh baya yang menggunakan pakaian layaknya dokter, “bagaimana dengan mama saya dok?” tanya Alfi masih diliputi rasa cemas yang luar biasa, “mari ikut saya” dokter itu mengulurkan tangannya, Alfi mengangguk dan mengikuti langkah dokter itu menuju ruangannya. “apa nak Alfi belum tau?” ucap dokter itu mulai membuka percakapan, “tau soal apa dok?” Alfi kembali bertanya, ia memajukan kursinya, berusaha mencari posisi yang nyaman. ia menatap dokter itu lekat-lekat, seolah menuntut penjelasan yang tak ia mengerti. dokter itu menghela nafas panjang, “bu Wina sudah beberapa kali datang kesini” dokter itu memberikan jeda “ia mengidap penyakit kanker hati, dan sekarang hampir mencapai stadium akhir” Alfi membeku mendengar pernyataan dokter kalau ibunya menderita penyakit separah itu. kini cairan bening keluar dari kelopak mata birunya yang nampak indah, namun redup saat ini. menetes melewati pipi dan hilang diujung bibir merah mudanya, begitu seterusnya. hingga meja bening milik dokter ini memperlihatkan tetesan-tetesan air mata Alfi, “a.. apa yang ha..rus saya lakukan dok? berikan yang terbaik untuk mama saya dok” ucap Alfi terdengar parau karna berusaha menahan isak tangisnya, ia terbata tak kuat mengungkapkan apapun, “seharusnya bu Wina sudah melakukukan kemo terapi beberapa bulan yang lalu. saya akan mengangkat kanker itu, dan mengilangkan sel-selnya dengan kemo terapi" dokter itu menatap Alfi cemas, ia terlihat sangat shock karna kabar ini. "lakukan dok, jika itu yang terbaik untuk mama saya" ia mengatakannya dengan nada memohon, masih dengan suara parau yang ia miliki. dokter itu memberikan lembaran asuransi yang harus Alfi lunasi. gadis itu terkejut saat melihat semua totalnya.

            Alfi melangkahkan kakinya keluar dari ruangan dokter itu dengan langkah gontai, otaknya masih belum siap menerima kabar kalau ibunya menderita penyakit parah, belum lagi ia harus melunasi biaya yang sangat besar, 45 juta untuk operasi, dan 10 juta untuk setiap kemo terapinya. dari mana ia mendapatkan uang sebanyak itu. tabungannya hanya 70 juta, apa itu cukup? Alfi sendiri tak tau berapa kali kemo terapi yang akan dilakukan hingga penyakit itu benar-benar hilang dari tubuh ibunya.

            Alfi memperhatikan ibunya dari kaca ruang UGD, sebentar lagi ibunya akan dioperasi. melihat ibunya yang terbaring lemah tak berdaya membuat air mata Alfi kembali terjatuh. apa mama tega meninggalkan Alfi sendirian? gadis itu kembali menggerutu dalam hatinya. sulit sekali menerima kenyataan ini, tapi ini bukan mimpi atau khayalan yang biasa Alfi lakukan, walau pun ia mengkhayal, ia tak akan pernah mengkhayalkan hal yang seperti ini.

            Alfi duduk didepan ruang UGD, tempat dimana operasi itu berlangsung, dan Alfi tak peduli dengan pakaian kerja yang masih ia kenakan. menunggu ibunya dari kejauan dan tak bisa disampingnya, itu akan menetralisir kekuatan yang Alfi miliki. jika ibunya pergi, Alfi tak akan memiliki siapapun, ia benar-benar sendiri dan sebatang kara nantinya. apapun akan ia lakukan untuk mempertahankan ibunya, mempertahankan ibunya agar tetap disampingnya.

            Alfi memasuki ruang rawat inap, dimana ibunya dirawat. wanita paruh baya itu telah membuka matanya dengan sangat lebar, tersenyum kepada anak gadisnya yang tengah berjalan kearahnya. Alfi tersenyum dan duduk dikursi samping ranjang ibunya, "sudah merasa baikan ma?" ucap Alfi berusaha sekuat tenaga menahan isak tangisnya. walaupun matanya sudah terlihat bengkak karna beberapa jam yang lalu ia habiskan untuk menangis. Wina mengangguk masih dengan senyumnya, "jangan menangis nak, mama gak mau lihat kamu mengangis" ujar Wina lembut, selembut sentuhannya dikelopak mata Alfi, gadis itu tersenyum dan mengangguk antusias.

***

            sebulan sudah Wina lewati melawan penyakitnya, didampingi anak gadisnya yang selalu setia mendampinginya saat kemo itu dilakukan, mengganti bunga mawar putih setiap harinya, membuat ruangan ini tetap harum. membuka jendela setiap paginya agar udara sejuk bisa memasuki ruangan ini. membawakan makanan kesukaan Wina setiap hari karna wanita itu selalu mengeluh soal makanan rumah sakit yang selalu hambar. membawakan film-film drama terbaru kesukaan Wina, hingga ia tak pernah bosan walau terus menerus tidur-duduk-hingga kembali tidur diranjang rumah sakit. membasuh tubuh Wina dengan lembut, mengusap keringatnya saat rasa sakit itu melanda tubuhnya, banyak sekali perlakuan Alfi yang tak pernah bisa dijelaskan panjang lebar saat ini, bahkan satu rim kertas tak akan pernah cukup untuk menceritakan perhatian anaknya itu pada ibunya.

            "ma.. nanti malam Alfi gak bisa jagain mama ya ma. Alfi banyak kerjaan dikantor dan harus lembur sampai besok pagi. tapi Alfi janji, saat makan siang Alfi akan jenguk mama lagi disini" ucap Alfi berbohong disela-sela menyuapi ibunya sore ini. Wina mengangguk, "kamu harus perhatikan dirimu sendiri sayang, lihat kamu sangat berantakan sekarang karna harus mengurus mama seperti ini. jangan khawatirkan mama Alfi" Wina membelai rambut panjang hitam milik Alfi, "Alfi tetep cantik kok ma" Alfi memperlihatkan senyum lebarnya untuk ibunya.

***

            malam ini, Alfi memantapkan langkahnya menuju tempat itu, menggunakan rok jeans yang sangat mini, atasan ketat dengan tali yang menggantung dilehernya, Alfi merasa setengah telanjang sekarang. tapi ia harus melakukan ini, ia membutuhkan uang yang sangat banyak saat ini. sedangkan tabungannya sudah semakin menipis, bahkan gajinya selama lima bulan saja tak cukup untuk biaya kemo terapi itu. sedangkan kerja sampingan apapun tak bisa mencukupi biaya 10 juta yang harus dia keluarkan dalam waktu cepat. maafkan Alfi ma, Alfi tau ini bodoh. tapi Alfi harus melakukan ini demi mama ucapnya lirih, tanpa bisa didengar dengan wanita-wanita sexy yang berdiri disekelilingnya saat ini.
Alfi berdiri ditengah kupu-kupu malam lainnya dengan tangan yang terlipat didepan dadanya, ia sangat canggung, gugup, dan takut. ia sama seperti yang lainnya, menunggu seorang pria jalang yang akan membayar mereka setelah melakukan apa yang pria itu mau.
sebuah mobil sedan hitam berhenti didepannya, kaca kemudi menurun memunculkan sosok pria paruh baya yang rambutnya sudah ditumbuhi rambut-rambut berwarna putih, "hai cantik, masuk mobil sekarang" pria itu menyapa Alfi dengan tatapan lapar, dan akan segera melahap Alfi saat ini juga. Alfi ragu, ia hanya tersenyum canggung pada pria itu, apa pria pertamaku seorang om-om? pikiran Alfi kabur saat ini, disatu sisi ia tak ingin mengikhlaskan keperawanannya terenggut oleh seorang om-om? yang Alfi yakini ia sudah memiliki seorang istri. jantung Alfi bergedub sangat kencang saat pria itu turun dan menuntun Alfi masuk kedalam mobilnya, namun saat Alfi akan masuk kedalam mobil itu, lengan kokoh menahan bahunya, "maaf om, dia wanita saya" Alfi menelan air liurnya saat melihat laki-laki tampan berdiri dihadapan pria tua ini, "saya dulu yang menemukan dia" ucap pria itu tak mau kalah, "anda ingin wajah tua yang sudah keriput itu semakin jelek karna pukulan saya?" laki-laki itu menatap pria tua itu dengan tajam, tatapannya seakan ingin membunuhnya dan membuat pria itu bergidik ngeri lalu meninggalkan Alfi dengan laki-laki ini hanya berdua. Alfi melihat mobil pria itu yang semakin jauh mendekati wanita-wanita yang lainya, disisi lain ada rasa lega yang luar biasa, dan disisi lain juga ada rasa kecewa karna Alfi tak mendapatkan uangnya saat ini. "ayo ikut aku" laki-laki itu menarik Alfi dengan kasar. sulit sekali menyamakan langkah kakinya, karna Alfi menggunakan higheel cukup tinggi malam ini, ia masih menarik Alfi dan memasukannya kedalam mobil sportnya yang mewah.
Alfi memasuki kamar hotel bintang lima yang sangat mewah, bahkan sangat lebar. sepertinya laki-laki itu sangat tajir ucap Alfi dalam hatinya, ia masih terpaku didekat pintu, menatap punggung laki-laki itu yang berjalan menuju rajang. "kemarilah" ucapnya ketika duduk dibibir ranjang, membuka vest abu-abunya, Alfi kembali menelan air liurnya saat laki-laki itu membuka sedikit kemeja bagian atasnya memamerkan dadanya yang bidang.
Alfi melangkah dengan gugup, sesekali meremas tangannya sendiri, ia senang laki-laki tampan yang akan mengambil mahkota kesuciannya saat ini. walaupun ia tak tau siapa laki-laki itu. "kamu gugup sekali? baru pertama kali ya?" ucap laki-laki itu menggoda, Alfi mengangguk dan tersenyum kikuk, ia berhadapan dengan laki-laki itu sekarang. bertatapan dengan mata coklat miliknya, meskipun ragu tapi Alfi mengucapkan apa yang ada diotaknya saat ini, "kamu akan membayarku?" laki-laki itu mengangguk mantap, "berapapun yang kamu mau"

***

Alfi merasakan lengan kokoh melingkar ditubuhnya saat ini. badannya terasa nyeri dimana-mana, bagian bawah tubuhnya terasa berdenyut-denyut. ia membuka matanya dan melihat laki-laki itu sudah tersenyum sangat manis disampingnya, "Selamat pagi cantik" sapanya ramah yang hanya dibalas senyuman kikuk Alfi, jantungnya kembali berdegub sangat kencang seperti tadi malam. laki-laki tampan itu menjadi yang pertama untuknya, bukan hanya pertama yang sudah menjelajahi tubuh cantik milik Alfi, tapi yang pertama yang sangat dekat dengannya, selama ini Alfi tak pernah merasakan jatuh cinta, waktunya ia habiskan untuk bersenang-senang dengan ibunya, hingga ia melupakan ketertarikannya pada lawan jenisnya. "jadi siapa namamu?" laki-laki itu mengusap lembut pipi Alfi, "Alfi" jawabnya singkat, "apa pekerjaanmu?" ia kembali bertanya, "seorang karyawan" Alfi menundukan kepalanya. "jangan pernah tidur dengan laki-laki lain selain aku, aku sudah memberikan nomor telfonku dihandphonemu itu" katanya lagi sambil menunjuk handphone Alfi yang tergeletak diatas nakas.
Alfi memalingkan pandangannya kearah laki-laki itu, oh Tuhan, dia sangat tampan, apa ada air liurku yang menetes? laki-laki itu juga menatap Alfi dengan tajam dan intens, ini baru pertama kali Alfi diperhatikan seintens itu dengan laki-laki. ia mencoba menyentuh tubuh Alfi lagi, "waktumu sudah habis" Alfi sempat menahan tangannya yang bergerak dibawah selimut, "sepertinya dompetku akan menipis sekarang, karna aku harus berhubungan dengan gadis sepelit dirimu" Alfi tersenyum menahan tawanya, tapi akhirnya lepas juga.

***

            Alfi melangkahkan kakinya memasuki ruang inap ibunya, setelah ia melunasi biaya penginapan dan juga kemo terapi selanjutnya, siang ini Alfi membawa makanan kesukaan Wina seperti biasa, ia memasak setelah laki-laki itu mengantarnya pulang, mengganti pakaian dan menyiapkan makan siang untuknya dan ibunya, bahkan ia sudah izin kekantor karna ia tau ini akan memakan waktu banyak. "satu suapan lagi ma" bujuk Alfi pada ibunya yang sudah sangat enggan menelan makanan, ia merasa sangat mual saat ini. namun setelah Wina berhasil menelan suapan terakhirnya dengan susah payah, Wina menatap wajah anaknya yang terlihat sangat kelelahan, ia mengelus pipi putih anaknya, "beristirahatlah sayang, kamu terlihat lelah" Alfi hanya tersenyum dan menggeleng lemah. beberapa menit keheningan menghampiri mereka, sampai akhirnya Wina membuka suara, "apa kamu tak ingin menikah sweetheart?" wanita itu bertanya dengan menatap langit-langit, "ma, kan mama udah janji mau cariin Alfi laki-laki yang mama mau untuk Alfi" gadis itu menggenggam lembut tangan ibunya, Wina tersenyum dan mengambil selembar foto yang tersimpan didalam meja laci itu, lalu memberikannya pada Alfi, ia melihat foto anak kecil yang sekita berumur 5 tahun digenggamannya sekarang, "mama menyuruhku menikahi anak kecil?" tanya Alfi dengan tatapan tak percaya, membuat ibunya itu tertawa mendengar pertanyaan anak gadis satu-satunya itu, "namanya Alif sayang, dia anak sahabat mama. itu fotonya saat masih kecil. dia lebih tua dua tahun darimu" ucap Wina menjelaskan, "mama ingin kamu menikah dengannya, dan kamu harus mencarinya Alfi" lanjutnya.

            bagaimana bisa mencari laki-laki yang sudah tubuh dewasa yang hanya berbekal foto waktu kecilnya? tapi Alfi tak peduli, ia akan melakukan apapun demi mamanya. beruntung laki-laki membayarnya dengan harga yang sangat mahal. hingga memudahkannya dalam bekerja, ia tak perlu lembur setiap malam hanya untuk mengejar setoran saat ini. ia harus fokus mencari laki-laki dalam foto ini, sekali lagi ia mengatakan demi mamanya. ia sudah menyebarkan foto itu di internet, atau media sosial lainnya, mencetak ulang foto itu dan menyebarkannya kesetiap orang. namun tak ada hasil, sudah sebulan ia mencari laki-laki itu. dan sekarang Alfi hampir berputus asa. ia berjalan melewati perusahan yang cukup besar, bahkan lebih tinggi dari perusahaan yang sekarang ia tempati atau kantor ibunya dulu bekerja. ia sibuk memperhatikan hingga tak merasakan seseorang tengah berjalan kerahnya dan menepuk bahunya pelan, membuat Alfi tersontak terkejut memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan laki-laki yang tak asing untuknya, "sedang apa kamu disini?" Alfi baru mengingatnya, itu laki-laki yang memberikannya banyak uang saat itu. Alfi menggeleng dan tersenyum, "ayo makan siang denganku"

            "sebenarnya apa yang kamu cari didepan kantorku?" tanyanya memecahkan kehenigan direstaurant megah ini, "itu kantormu?" Alfi membelalakan matanya dengan sangat lebar, laki-laki itu hanya tersenyum dan mengangguk mantap, bahkan sampai sekarang, Alfi tak tau siapa nama laki-laki itu, karna dia menganggap laki-laki itu hanya sementara untuknya, setelah ibunya sembuh ia tak akan berhubungan lagi dengan laki-laki itu. "pantas saja, kamu gak ragu memberikanku banyak uang. ternyata kamu sangat kaya" ujar Alfi santai dan hanya terjawab tawa kecil darinya, "sebenarnya aku mencari seseorang, mama ingin aku menikahinya. namanya Alif" Alfi memberikan foto itu pada laki-laki dihadapannya ini. lama laki-laki itu memperhatikan, sampai akhirnya, "ini fotoku waktu berumur 5 tahun" Alfi benar-benar tersedak, sampai ia meminum air mineral yang tersedia diatas mejanya, membuatnya sedikit lega. ia menatap mata coklat itu tak percaya, "kalau begitu, apa kamu mau menikahiku? aku mohon, ini permintaan mamaku" ucap Alfi memelas, laki-laki yang ternyata bernama Alif itu tersenyum, "tanpa kamu memohon aku pasti akan menikahimu. siapa yang bisa menolak wanita sepertimu" perkataan Alif membuat senyum Alfi semakin melebar.

            malam ini Alfi akan membawa Alif pada ibunya, ia memasuki kamar inap ibunya. "mama, Alfi berhasil nemuin Alif" ucapnya semangat sambil menatap Alif yang ada disampingnya, Alif tersenyum dan menghampiri Wina, mencium tangannya ramah. "kamu mirip sekali dengan ibumu" Alfi bahagia melihat mamanya yang tersenyum lebar saat melihat Alif. hingga akhirnya mereka larut dalam perbincangan panjang. Alfi merasakan kepalanya pusing, dan perutnya yang bergelonjak, ia lari kecil menuju kamar mandi. mengeluarkan semua makan siangnya. setelah puas, Alfi keluar kamar mandi dengan memegangi perutnya yang masih terasa mual. Wina memandang anak gadisnya dengan cemas, "kamu tak apa sayang?" Alfi mengangguk, "mungkin masuk angin ma" ucap Alfi santai, memaksakan senyum terlukis indah dibibir merah mudahnya, "wajah kamu pucat fi, akan aku periksakan kamu kedokter, ayo" kini Alif membuka suara, Alfi tak bisa menolak karna ibunya juga menyetujui permintaan Alif.

            "selamat pak istri anda positif hamil, usia kandungannya sudah mencapai dua minggu" ucapan dokter yang mengerikan itu masih terngiang-ngiang diotak Alfi, berputar berkali-kali. bahkan mampu mengalahkan rasa mual yang Alfi rasakan. kini ia berada dikantin rumah sakit bersama Alif, "apa karna ini kamu mencari uang banyak dengan berada ditempat itu malam itu?" ia sedikit ragu menanyakan hal itu pada Alfi, namun ia tak tersinggung sama sekali karna memang itu kenyataannya, Alfi mengangguk, masih menatap makanannya yang sama sekali tak tersentuh, "makanlah!" Alfi menggeleng, "aku masih sangat mual" katanya lirih, "aku gak mau anakku kelaparan nantinya" Alif mengambil sendok dan menyuapkan nasi kedalam mulut Alfi, ia makan dengan lahap hingga makanan dipiring Alif pun sudah Alfi habiskan.

            Alfi bisa melihat tetesan air mata yang mengalir diwajah cantik pucat ibunya, ia dan Alif menceritakan semuanya pada Wina, mereka tak sanggup membohongi wanita yang sedang rapuh saat ini. namun Wina segera tersenyum saat melihat anak gadisnya menangis sesunguukan didalam pelukan Alif. ia bisa merasakan penyesalan yang dalam dari Alfi, mau bagaimana pun juga ia melakukan ini untuk kesembuhannya, "kamu tak mau memeluk mama juga Alfi?" walaupun sakit saat mendengar anaknya rela menjadi kupu-kupu malam hanya untuk dirinya, ia harus tetap terlihat kuat, Wina sudah merentangkan tangannya saat anak gadisnya itu hendak memeluknya, merekapun menangis dalam pelukan satu sama lain, "maafin Alfi ma, maafin Alfi" ucap Alfi sesungukan karna menahan isak tangisnya, Wina mengangguk dan mengelus punggung anak gadisnya yang sedang mengandung cucunya, Tuhan masih saja sangat baik, menemukan Alfi dan Alif tanpa kesengajaan. "kalian harus mempercepat pernikahan kalian"

***

            hari ini hari pernikahan Alif dan Alfi, pernikahan sederhana yang dilakukan dihalaman belakang rumah sakit tempat Wina dirawat. mengingat Wina yang tak bisa berjalan jauh. sekarang saja, ia sedang memandang anak gadisnya yang tampil dengan cantik diatas pelaminan, disampingnya ada sosok laki-laki yang Wina yakini bisa menjaga Alfi saat ia pergi nantinya. berkali-kali air mata berjatuhan melewati bibir pucat wanita itu, ia menangis bahagia bisa melihat anak gadis cantiknya tersenyum bahagia diatas sana.

            "aku mencintaimu" pengakuan Alif saat setelah ijab qabul membuat Alfi kembali tersenyum lebar, "aku juga mencintamu" jawab Alfi dengan cepat saat itu juga. entah sejak kapan Alfi dan Alif menyadari perasaan cinta itu ada, yang jelas, Alif merasakannya sejak pertama kali melihat Alfi, begitu pula sebaliknya. Alfi juga yang bisa menghentikannya untuk bermain-main dengan wanita, dan menuruti permintaannya untuk menikahinya dan bertanggung jawab atas kehamilannya.

            malam ini harusnya malam pertama Alfi dan Alif, namun mereka mengurunkan niatnya saat Alfi meminta pada Alif untuk menemani ibunya malam ini. terpaksa Alif menuruti keinginan istrinya dan pulang kerumahnya karna tubuhnya yang terlalu lelah. Alfi menatap ibunya yang tengah menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, "ma.." ucap Alfi memecahkan keheningan, Wina sedikit bergeser dan meminta Alfi tidur disebelahnya, sudah lama mereka tak tidur bersama. dan ini bisa jadi hal yang terakhir karna Alfi yang harus terus bersama suaminya, "kamu cantik sekali hari ini sayang" ucap Wina dengan lembut, membelai rambut anaknya yang sudah beranjak dewasa sekarang. "iya, secantik mama" Alfi tersenyum begitu pula Wina, "mama sayang sama kamu nak, sekarang mama bisa tenang. Alif akan menjagamu" ucap Wina, ia terlihat tegar, ia mengucapkannya tanpa air mata, justru malah Alfi yang mengeluarkan air matanya, memaksakan senyum hinggap dibibirnya, Alfi tau apa maksud ibunya. "Alfi sayang sama mama, apa mama gak mau lihat cucu mama terlebih dahulu?" Wina mengusap air mata yang mengalir diwajah Alfi, "mama akan lihat, bersama papa nanti sayang" Wina tersenyum dan Alfi juga, ia mengubah posisinya, tangannya menjadi tumpuhan kepala ibunya. memeluk tubuh ibunya yang tak bergetar karna tangis. ia bahkan jauh terlihat lebih tegar. "tidurlah ma, kalau memang mama sudah lelah untuk menahan rasa sakit itu. jangan khawatirkan Alfi ma, Alfi akan bahagia jika mama bahagia" Alfi mengecup puncak kepala Wina, dan wanita itu mulai terlelap.

***
Teruntuk mamaku
mamaku sayang, mamaku tercinta
terima kasih sudah memberikan kehidupan indah ini padaku. memberikan kebahagiaan, memberikan kekuatan, ketegaran, seperti yang selalu mama lakukan.
terima kasih sudah memberikan kasih sayang sepenuhnya untukku, tanpa memukulku, tanpa mencubitku, tanpa menyakitiku disaat aku melakukan kesalahan.
terima kasih sudah mengorbankan seluruh kehidupan mama untukku, meluangkan waktu mama yang padat hanya untuk membuatkan sarapanku disetiap paginya.
terima kasih sudah memberikan pernikahan terindah untukku ma, memberikan pria terbaik untukku.

mamaku sayang, mamaku tercinta
aku bahagia melihat mama tersenyum
aku bahagia melihat mama tertawa
aku bahagia melakukan apapun yang mama mau
aku menangis saat melihat mama kecewa
aku terluka saat melihat mama menangis
aku marah saat mama memaksakan kesibukan mama hingga membuat mama kelelahan
aku ingin memberikan seikat bunga saat umur mama mulai meningkat
aku ingin melindungi mama, seperti saat mama melindungiku sewaktu kecil
aku ingin menggenggam tangan mama dengan tanganku saat mama sudah tak kuat menopang tubuh mama

mama, wanita paling hebat yang pernah aku miliki. mendidikku, menjagaku, tanpa bantuan seorang pria.
mama, wanita paling suci yang pernah aku tau. meyimpan lukanya, menyembunyikan isak tanginnya saat merindukan papa tengah malam.
mama, wanita paling kuat yang pernah aku lihat. mencari nafkah sekaligus merawat seorang anaknya.

mama, aku tak pernah membayangkan hidup tanpa dirimu. walau umurku sudah lebih dari 20 tahun. aku tak ingin pernah lepas darimu. ingin sekali memelukmu setelah melakukan semua aktivitasku. pelukanmu seolah tenaga baru untukku ma.

mamaku sayang, mamaku tercinta
mama tak akan pernah sendiri disana, mama akan tersenyum bersama papa. seperti aku sekarang yang tersenyum bersama Alif dan anak kami.
mama tak perlu mengkhawatirkanku, aku selalu mengingat pesan mama. merekam semua kenangan indah yang kita lewati diotak kecilku ma.

mamaku sayang, mamaku tercinta
aku sangat menyayangi mama melebihi apapun, mama berarti untukku. apa aku juga berarti untuk mama?
maafkan aku ma, aku tak pernah membuatmu bangga padaku. maafkan aku ma karna aku selalu membuatmu marah dan kesal. maafkan aku ma karna aku tak bisa menjadi anak sempurna seperti yang kau inginkan
aku selalu menyayangimu ma, selalu.

Tertanda anakmu tersayang
Alfi Natalia Refana

Komentar