I Promise


-VIO-

Kenapa gadis ini terus menerus menarikku dengan kasar, membuat pergelangan tanganku memerah karena genggamannya, aku tak tau apa yang dipikirkan gadis ini, ia terlihat sangat marah karna ulahku, bahkan dia mengira aku menyukai laki-laki yang sama sekali tak aku kenal. bagaimana bisa? sudah berkali-kali aku mencoba melepaskan tanganku dari genggamannya tapi ia malah memperkuat genggamannya itu, sementara Mika yang memiliki ide bodoh itu terlihat menatapku dari kejauhan tanpa ada niatan sedikit pun membantuku terlepas dari jeratan gadis ini, aku tau awalnya Mika hanya becanda, tapi kenapa gadis ini malah mengira kalau hal ini benar-benar serius. padahal aku sudah mencoba menjelaskan berkali-kali tapi ia tetap tak mau mendengarnya.

"kak lepasin, tanganku sakit kak" rontaku memelas tapi gadis itu tak juga melepaskan genggamannya, ia terus menyeretku seperti kambing yang mau dikurbankan, benar-benar menyedihkan, hari terakhir OSPEK, ini yang aku dapatkan setelah berkali-kali berusaha agar tidak terkena hukuman kakak-kakak yang gila karena senang mengerjai adik kelasnya seperti ini. gadis itu tetap menyeretku, bahkan aku sendiri tak tau dia mau membawaku kemana. ternyata langkahnya terhenti saat memasuki kantin fakultas pertanian. ya di universitas ini memang ada dua kantin, yang pertama kantin dekat fakultas teknisi, psikolog dan sastra, dan yang kedua disini dekat dengan fakultas pertanian, dan sisa-sisa fakultas yang lainnya.

"Jor, kayaknya ada yang perlu dikasih pelajaran dihari terakhir nih" ucap gadis itu sambil menatapku tajam dengan senyum sinisnya, sedangkan laki-laki yang bernama Jor-Jor itu menatapku dengan satu alis yang dinaikan. sepertinya dia heran sama apa yang gadis ini bicarakan. 

"maksud kamu apa Tasya?" tanya laki-laki itu pada gadis yang berdiri disebelahku, genggamannya sudah terlepas sedari tadi, ia melipat kedua tangannya tepat didepan dadanya sembari memasang wajah kesal. ternyata namanya Tasya, sangat cantik tapi tak secantik kelakuannya yang kasar. 

"lihat ini" Tasya-Tasya itu kembali menarik tangan kananku yang bertuliskan nama Jordi dengan love-love disekitarnya, sangat alay. tapi sumpah demi apa pun ini ulah si Mika bukan aku, "dia suka sama kamu, murid MABA ini suka sama kamu" lanjutnya sambil menekan kata MABA, hey.. ada apa dengan Mahasiswi baru seperti aku? apa salah jika menyukai kakak kelasnya sendiri, dan apa harus dihukum karna cinta? kenapa juga aku punya kakak kelas seaneh dia. 

ASTAGA!

kenapa aku baru sadar, mungkin laki-laki didepanku ini bernama Jordi, yang Mika bilang dia laki-laki paling tampan di Universitas ini, memang sih wajahnya terlewat dari kata tampan, bahkan kelewat tampan. tampannya itu banget! banget! kebangetan! wajahnya mirip sama Mario maurer. kali ini Jordi menatapku intens, dia berdiri dengan pandangan yang aneh, ia melihatku dari atas kebawah, membuatku mengikutinya, memangnya ada yang salah dengan penampilanku? aku sudah mengikuti semua peraturan gila yang mereka buat.

"kamu menyukaiku ha?" ucapnya dengan nada menggoda, matanya menatapku tajam walau alisnya masih sama dengan tadi, terangkat satu. dengan cepat aku menggeleng.

"nggak kak, tadi itu aku main dare or dare, terus aku kena tantangan, Mika bilang aku harus menuliskan nama Jordi pakek love-love gini, terus ketauan sama kaka ini" ucapku menjelaskan sembari menunjuk gadis yang bermana Tasya itu, "aku gak suka sama kakak, suer. kakak ini aja yang ngira aku suka sama kakak" sekali lagi aku menunjuk ke arah Tasya dan mengubah jari ku membentuk huruf V tepat disebelah wajahku. dan hal itu berhasil membuat Tasya menggeram kesal, namun aku tak mempedulikannya.

"Mika?" tanya seseorang laki-laki yang berada disamping Jordi, dengan wajah terkejutnya laki-laki itu menatapku heran, wajahnya sangat mirip dengan Mika. namun aku hanya mengangguk pelan.

"oke, karna kamu MABA yang udah berani menyukaiku, kamu scotjump" kata Jordi tegas, kali ini ia berdiri tepat dihadapanku, menatap bilik mataku tajam, mata hitam pekatnya itu menatapku, iya mata itu menatapku membuatku bergidik ngeri.

"tapi kak-"

"tapi apa? kamu mau scotjump apa aku cium disini?" tawarannya itu membuat mataku membelalak lebar dan sedikit mengaga, aku juga bisa merasakan Tasya yang ada disampingku juga ikut terkejut mendengar perkataan Jordi. sekarang aku tau kalau gadis disampingku ini seperti menyimpan perasaan pada laki-laki yang ada hadapanku ini. 

"tapi kak, scotjump itu gak boleh buat perempuan" kataku cepat agar tak kembali dipotong sama Jordi. Jordi menyipitkan matanya kemudian memunculkan seringai macam iblis. entah kenapa perasaanku sangat tak enak saat melihat seringai yang muncul dari bibir merah milik Jordi.

"oh.. jadi kau mau aku cium? baiklah" kali ini Jordi yang menggenggam tanganku erat, mengembalikan rasa nyeri yang belum hilang karena ulah Tasya, Jordi semakin mendekatiku, berkali-kali aku mencoba melepaskan genggamannya juga berusaha menjauhkan wajahku darinya tapi semuanya sepertinya sia-sia kekuatan laki-laki itu lebih besar dariku. membuatku semakin ketakutan dan mengeluarkan keringat dingin.

"Jordi sudahlah.. kau sudah berhasil membuat dia ketakutan" ucap gadis yang duduk tepat didepan laki-laki yang aku bilang mirip Mika itu. mendengar ucapan gadis itu Jordi menjauhkan wajahnya dariku lalu tertawa, tertawa terbahak-bahak. memang apa yang lucu?

"kalian harus bisa lihat betapa bodoh wajah gadis ini hahaha.." ucap Jordi disela tawanya, ia mngatakan hal itu pada teman-teman yang satu meja dengannya, Tasya juga ikut tertawa, dan kali ini laki-laki yang mirip Mika itu dan gadis yang membuat Jordi menghentikan aksinya ikut tersenyum sangat lebar walau tak tertawa sekeras Jordi.

kemudian mataku terhenti saat melihat gadis yang tadi membelaku, eh.. bukan lebih tepatnya disamping gadis itu mataku terhenti, terus menerus menatapnya dengan mata yang terbuka lebar dan mulut sedikit menganga. laki-laki itu.. itu laki-laki yang selama ini aku cari, laki-laki yang membawaku terdampar hingga kesini, laki-laki yang selalu membuatku penasaran, laki-laki yang selama ini aku rindukan. tidak ia tak tertawa atau tersenyum lebar seperti yang lainnya, ia hanya tersenyum sangat manis padaku, kenapa aku baru sadar sekarang kalau sedari tadi dia ada disini. tak ada yang berubah dari laki-laki itu, semua tetap sama. tata rambutnya, senyumnya yang manis jauh lebih manis ditambah dengan lesung pipi yang ia miliki, namun sekarang ia menggunakan behel yang membuatnya jauh terlihat lebih tampan dibanding yang dulu. tergambar jelas aku sangat merindukan senyum itu, senyumnya yang selalu membuatku tenang. tatapan matanya yang damai selalu berhasil membuatku menurut dengan perkataannya.

"hey.. berhentilah menatap Odi seperti itu. atau jangan-jangan kau terpesona padanya setelah kau menyukaiku? jangan harap kau mendapatkannya MABA, dia sudah memiliki Lise" perkataan Jordi memaksaku bangkit dan kembali kedunia nyata setelah beberapa menit aku kembali kemasa laluku bersama laki-laki itu, jadi benar dia Odi? mas Odi yang selama ini aku cari, Odirga mahardika putra, jadi benar itu dia.

entah kenapa aku merasa sangat senang dan juga lega sudah bisa menemukan laki-laki yang selama ini aku cari, tapi.. tapi apa? Jordi bilang apa dia sudah memiliki Lise? oh benar saja sekarang gadis yang membelaku tadi yang tepat berada disamping mas Odi-ku menggenggam tangan mas Odi dengan lembut tatapannya menatapku lurus-lurus seakan memberi tanda bahwa 'dia milikku sekarang' bagus Vio, tamat sudah riwayatmu! aku menggeleng, entah pikiran mana yang aku elak, aku sudah tak tahan berada disini.

"maaf kak, aku harus kembali" kataku sembari menunduk, entah pada siapa aku mengatakan hal itu, tanpa menunggu jawaban apa pun aku pergi begitu saja meninggalkan mereka, terakhir kali aku melirik mas Odi yang tangannya masih digenggam erat sama Lise-Lise itu, dia tetap tersenyum padaku, ingin sekali aku tersenyum juga padanya, duduk disampingnya, menanyakan hal-hal yang menyenangkan, atau bahkan menyentuh tangannya seperti yang dilakukan Lise, atau mungkin memeluk tubuh tegapnya itu erat-erat seraya melepaskan kerinduan yang selama ini terpendam begitu saja. namun itu mustahil. mana mungkin aku melakukan hal itu, sementara disampingnya kini ada kekasihnya, aku lebih memilih pergi melangkahkan kakiku lebar-lebar menuju pintu keluar kantin ini, masih dengan kepala menunduk, tak mempedulikan Jordi yang berkali-kali memanggilku dengan sebutan 'MABA' aku tetap berjalan lurus.

akhirnya masa-masa penyiksaan yang disebut dengan OSPEK itu berakhir sudah, sekarang aku berjalan menuju pintu gerbang setelah aku tanpa sengaja bertemu Mika saat akan menuju ke pintu gerbang keluar, ia sudah meminta maaf padaku atas apa yang terjadi beberapa jam yang lalu, ia sangat terlihat menyesal dengan apa yang ia lakukan. hari ini aku merasa sangat sedang berbaik hati karena aku sudah menemukan pujaan hatiku yang selama ini hilang aku memaafkannya tanpa syarat, dan ternyata juga Mika memiliki kakak laki-laki yang besekolah disini juga, namanya Miki, laki-laki yang aku bilang mirip dengannya tadi dikantin, ia bersahabat dekat dengan Jordi dan yang jelas dengan mas Odi-ku juga.

disini memang aku jauh dari keluargaku, tak ada satu pun keluargaku yang hidup di Malang, kota yang memiliki seribu embun disetiap pagi dan menjelang malamnya. kota yang selalu terasa dingin, kota yang damai dan juga tenang. sekarang kakiku sudah berpijak didepan gerbang, langkahku terhenti karena mataku terpaku menatap seseorang, laki-laki yang berada disebrang sekolah ia berada didalam mobil, sedang  bermain gedget yang ada ditangannya. untuk apa dia disitu? apa yang sedang ia tunggu? kepalaku menoleh kekanan dan kekiri, melihat siapa atau apa yang sedang ia tunggu. tak lama kemudian seorang gadis yang tadi membantuku terlepas dari Jordi keluar dari gerbang, berjalan menuju jalan disebrang sekolah. mataku juga masih tertuju pada gadis itu. ia mendekati mobil itu, menyapa seseorang yang duduk dibalik kemudi, lalu berjalan memutar dan memasuki mobil itu, seiring berjalannya gadis itu, seseorang laki-laki dibalik kemudi itu menutup kaca mobilnya.

hatiku benar-benar runtuh melihat kejadian ini, dengan langkah gontai aku berjalan menuju kos-kosan, tempat dimana aku tinggal sekarang. mas Odi, nama itu selalu terngiang-ngiang dipikiranku akhir-akhir ini, iya.. dia seseorang yang hidup dimasa laluku, dulu kami sempat menjalin hubungan sewaktu aku kelas enam disekolah dasar, dan mas Odi, dia sudah kelas dua disekolah menengah pertama. awalnya aku kira hanya cinta monyet yang ada diantara kami, tapi aku salah. cinta monyet yang dulu hadir berubah menjadi cinta sejati yang patut diperjuangkan. aku dan dia memang umurnya terlampau dua tahun. hal itu membuat dia semakin terlihat dewasa saat itu, dan hubungan kami kandas karena aku yang sibuk dengan pelajaran kelas enamku itu, takut dengan yang namanya ujian karena baru pertama kali itu aku merasakannya, dan juga tergiur rayuan omku yang akan membelikan apa saja yang aku mau jika aku bisa masuk sekolah negeri nantinya, awalnya aku ingin sekali sekolah ditempat mas Odi, SMPN 3, tapi aku terlalu takut untuk berperang, yap.. aku takut menghadapi murid-murid yang terkenal pintar disana. pada akhirnya aku memasuki SMPN 1, sangat jauh dari tempat mas Odi menuntut ilmu saat itu.

setelah itu aku dan dia tak pernah lagi berkomunikasi sampai akhirnya aku mengikuti lomba disalah satu SMA di Sidoarjo, ya.. aku dan mas Odi memang berasal dari Sidoarjo dan merantau di Malang, bukan. bukan aku yang merantau, tapi mas Odi, dia merantau ke Malang lalu aku mengikutinya. kembali ke ceritaku saat lomba, waktu itu mas Odi sudah mulai naik ke sekolah menengah atas, dia kembali ke sekolah SMAN 3, lagi-lagi sekolah unggulan yang ada di Sidoarjo, mengingat betapa pintar laki-laki itu, seakan-akan otaknya tak pernah tumpul, selalu ada saja hal-hal yang dia tau, sangat berbeda denganku, otakku bisa dibilang pas-pasan, saat lomba itu aku bertemu dengannya tanpa sengaja, entah apa yang dia lakukan disitu dengan teman-temannya, dia melihatku, aku melihatnya hingga mata kami saling bertubrukan. lalu gugup. kemudian canggung. dan kami tertawa, ya menertawai sikap bodoh yang kami lakukan. 

mengingat hal itu menghadirkan senyuman-senyuman manis hinggap dibibirku. setelah kejadian pertemuan tanpa sengaja saat aku mengikuti lomba PMR itu, kami kembali berhubungan, tapi hanya beberapa saat saja, lalu karna sesuatu hal membuatku meninggalkannya, bergandengan dengan laki-laki yang hanya jadi pelampiasanku karena sakit hatiku dengan mas Odi, betapa bodohnya aku meninggalkan dia demi laki-laki yang.. ah bisa dibilang lebih buruk dari mas Odi. bodoh! bodoh! bodoh! aku kembali mengutuki diriku sendiri, karena penyesalan. dan semenjak itu aku tak pernah berhubungan lagi dengannya. 

jangan pernah bilang kalau aku tak mencoba menhubunginya, aku sudah melakukan hal itu berkali-kali, tapi tetap saja dia seakan mengacuhkanku, tak mempedulikanku walau pun sikapnya masih seramah dulu. mas Odi memang pria yang ramah dan jauh terlampau dari kata baik, bahkan sangat baik banget. tuhkan bisa bayangin gimana baiknya dia? nggak. aku juga gak habis pikir kenapa ada cowok sebaik dia.

aku dengar dari cerita tanteku kalau mas Odi akan kuliah di Malang saat aku masih kelas dua SMA. oiya.. bahkan aku belum menceritakan kalau tanteku yang memang tetanggan sama mas Odi, dia membenci keluarganya, entah apa yang tanteku benci dari keluarga mas Odi saat itu, bahkan mereka sangat baik, sepertinya aku tak melihat tatapan benci pada tanteku yang ada hanya tatapan iri pada keluarga mas Odi, mungkin karena anak laki-lakinya yang tumbuh menjadi anak yang pandai, tampan dan juga ramah, atau karna dia memiliki anak perempuan yang cantik, sedangkan tanteku tak memiliki anak perempuan. bahkan anak-anak lakinya itu tak tampan dan sangat jauh dari kata pandai. bukannya aku menjelek-jelekkan keluarga tanteku sendiri, tapi itu memang benar bukan? haha.. lupakanlah soal tanteku. kembali pada mas Odi.

ya.. ODI. nama itu tak pernah hilang dari pikiranku selama ini, berkali-kali aku mencoba meminta maaf tapi berkali-kali juga dia mengacuhkannya. terlihat sekali dia masih merasakan luka yang aku goreskan dulu. penolakan demi penolakan yang dia berikan padaku, sama sekali tak membuatku jera untuk terus mengejarnya, hingga kesini, ke Malang yang jauh dari keluargaku. 

akhirnya sampai juga dikamar, segera ku rebahkan tubuhku diatas kasur yang sama sekali jauh dari kata empuk. namun aku harus menikmati ini untuk mas Odi. semakin lama, aku semakin terlelap karena lelah. membawa mas Odi kembali ke mimpiku.

***

malam ini, aku sedang berada didalam restaurant bersama Mika dan kakaknya Miki, yang bersahabat baik dengan Jordi dan juga mas Odi. awalnya aku tak ingin pergi bersama mereka, karena aku terlalu lelah setelah seharian sibuk sama mata kuliah, dengan bosan aku menopang dagu, melihat Mika dan Miki yang sesekali bercanda yang menurutku sama sekali tak lucu. mereka bukan seperti kakak adik, mereka lebih seperti sepasang kekasih. mana namanya hampir sama lagi. itukan mendukung banget.

setelah beberapa lama, Jordi datang, apa lagi ini, makin males aku ada disini, apa lagi sama cowok sok keren kayak dia. dia melihatku, dan tersenyum padaku, sangat manis tapi itu tak bisa merubah raut wajahku yang malas menjadi kembali ceria. booossaaannn!!

"hay.." tiba-tiba seseorang menyapa kami, dia menggunakan kemeja santai, pakaian yang selalu santai khasnya mas Odi. ya itu mas Odi, mataku langsung terpana, senyumku hadir dengan sangat lebar, aku menatapnya dengan senyuman yang masih sama, setelah beberapa menit, "hay guys" gadis itu kembali lagi, membunuh senyum bahagiaku yang hadir tadi.

ternyata dia tertutupi tubuh mas Odi yang tinggi dan tegap. kenapa ngajak dia sih mas? kan panas ini mata lihatnya cerutuku dalam hati. kembali aku memanyunkan bibirku setelah mereka berdua sampai dan duduk dimeja, dengan sengaja aku tak menatap mereka, memalingkan pandanganku, ke arah kuku-kuku cantik yang ada ditanganku, sampai akhirnya..

"hey.. kamu kenapa sih kayak gak mood gitu?" tegoran Mika membuat yang lainnya menatapku intens, termasuk juga mas Odi yang masih dengan senyum lembutnya ke arahku. dan aku? aku hanya tersenyum kikuk padanya.

aku menggeleng saat mataku kembali menatap Mika, dan dia mendengus kesal mengetahui jawabanku, setelah beberapa lama, pelayan datang membawa semua pesanan kami, sesekali aku makan dengan mata yang melirik mas Odi, bahkan tanpa sepengetahuannya, dia sesekali melihat gadis yang disebelahnya itu, siapa lagi kalau bukan Lise, kekasihnya, ya.. Elise. gadis itu memang cantik, jauh lebih cantik dariku, tubuhnya tinggi semampai sangat cocook dengan mas Odi, aku tak bisa membayangkan betapa lucunya jika aku bersanding dengan laki-laki yang berhasil membuatku gila itu, tubuhku sangat kecil dan mungil sangat berbeda dengan tubuh tinggi miliknya, sesekali mas Odi menggoda gadis yang ada disampingnya dan selalu berhasil membuat gadis itu tersipu malu karna sorak sorai yang Jordi, Mika, dan Miki berikan. ah sangat memuakkan. hal itu membuat mataku sangat panas hingga akhirnya.

"maaf aku harus pergi ke toilet, permisi" ucapku cepat seraya meninggalkan mereka, aku sedikit berlari kecil menuju toilet, mengerjap-kejapkan mataku berkali-kali, menahan air mataku agar tak tumpah ditempat ini. sampai pada akhirnya, air mataku benar-benar tumpah ditoilet, didepan kaca, aku bisa melihat pantulan diriku sendiri, yang hampir tak terurus. setelah aku tau mas Odi sudah memiliki kekasih, sia-sia sudah aku mengejarnya sampai sini.

GAK!!

aku gak boleh menyerah, aku harus mendapatkan mas Odi, harus! bagaimana pun caranya, seenggaknya mas Odi tak benar-benar menolakku bukan, bahkan dia masih tersenyum padaku, harus berfikir positif Vio, harus semangat! kembali aku mengucapkan mantra untuk menyemangati diriku sendiri.

saat aku kembali dari kamar mandi, dengan wajah yang segar jelasnya setelah aku membasuh wajahku saat dikamar mandi tadi, aku tak mau mereka tau kalau aku habis nangis tadi dikamar mandi.

"eh mau kemana?" spontan pertanyaanku mencuap saat aku melihat mereka seperti berbers-beres
"ya pulanglah MABA, emang kamu mau nginep?" ucap Jordi dengan wajah datar

"namaku Vio, bukan MABA!" sahutku ketus, "terus aku pulang sama siapa dong" tanyaku memelas, kali ini aku melihat Mika dengan tatapan memohon agar dia bersedia mengantarkanku kembali kekos-kosan.

"ya pulang sendiri lah" ucap Miki tak kalah dingin dengan Jordi, hal itu berhasil membuatku terkejut dan melongo saat menatapnya, mencari tau apa ia serius. dan nyatanya iya! sedangkan Mika menatap kakaknya dengan tatapan heran.

"yah.. kok tegas sih" kataku pada akhirnya dengan nada lesu, kepalaku menunduk. bukan berarti aku tak bisa pulang sendiri, hanya saja aku terlalu takut, akukan baru di Malang, belum terlalu tau jalan-jalan disini. mereka tega banget sih. udah ya ini terakhir kalinya aku mau diajak makan sama Mika, dan pada akhirnya dia gak bertanggung jawab buat kembaliin aku.

"yaudah kamu pulang sama aku aja" suara itu, itu suaranya mas Odi, dengan cepat aku mendongakkan kepalaku, menatapnya penuh tanya, "mau gak bareng aku?" dia mengulangi pertanyaanya, dengan cepat aku mengangguk dengan senyum sumringah.

"gak, apaan sih od, kan kasian Lise, mending kamu anter dia pulang aja, biar dia pulang sama aku" ucap Jordi cepat dan berjalan kearahku, menarik tanganku dengan kasar, "ayo pulang" lanjutnya.

"nggak, aku mau pulang sama mas Odi aja" segera ku menepis genggaman yang sedikit terenggang itu dan berlari menuju tempat mas Odi berdiri, berlindung dibelakangnya bagaikan anak kecil yang sedang ketakutan saat melihat badut dan meminta perlindungan pada papanya. 

aku kira Lise akan cemburu saat melihatku mendekati mas Odi, tapi aku salah dia malah tertawa melihat tingkahku yang kekanak-kananan, dan semuanya tersenyum lebar kecuali Jordi, dia menatapku tajam.

"udah gapapa Jor, biar dia pulang sama aku aja, gapapa kan?" kali ini mas Odi menatap gadis yang ada disampingnya, dan gadis itu mengangguk dengan lembut.

hingga saat ini aku berada di jok penumpang bagian belakang mobilnya mas Odi, sementara yang disamping mas Odi gadis itu lagi, siapa lagi kalau bukan Lise. terlihat sekali duakali mereka bercakap-cakap sangat akrab, sesekali saling menggoda dan itu memuakkan, seharusnya mas Odi melakukan hal itu padaku, hanya padaku! tapi kenapa sekarang malah aku yang gak dianggap disini, kenapa aku menuruti kata mas Odi, mungkin bersama Jordi yang menyebalkan itu lebih baik dari pada hatiku panas ada dimobil ini, melihat mas Odi bermesraan dengan kekasihnya. ughh.. boleh ngelempar sandal gak sih ke cewek itu? atau didorong aja sampai keluar dari mobil terus posisinya tergantikan sama aku? pilihan kedua lebih baik tapi gak mungkin dilakukan, ingat ini hanya khayalan!

suara gadis itu kembali menyadarkanku dari lamunan, tapi pembicaraannya bukan dengan mas Odi melainkan dengan seseorang yang ada disebrang telfon yang menempel ditelinganya, "sayang, aku turun dirumah mama aja ya, dia lagi sakit, aku harus temenin" ucap gadis itu yang terlihat sedih, tapi aku malah terlihat sangat senang, bahkan memunculkan senyum bahagia, lebih bahagia dari yang tadi saat mas Odi menawariku pulang dengannya.

"oh baiklah" ucap mas Odi singkat, yang membuaku semakin gembira

ayo.. ayoo.. cepet, biar aku bisa berduaan sama mas Odi, kan lumayan udah bertahun-tahun aku gak merasakan hal ini hahaha.. tawa iblis hadir dibibirku malam ini.

sampai juga akhirnya, yap sampai rumah mamanya Lise, "Vio, titp Odi ya, jagain dia" ucap Lise dengan nada menggoda dan tatapan yang mengerling sesekali melirik mas Odi dengan senyum jahilnya.

dan aku menjawab dengan semangat kemerdekaan, "pasti kak, pasti aku jaga kok" AHA! iya aku jaga dalam hatiku, gak bakalan aku lepas lagi, hahaha.. mampus lo Lise, ini kesempatanku, gak bakalan aku sia-siain lagi!!! eh setan dari mana tuh?

mas Odi kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan standart, ini jauh dari perkiraanku, bahkan mas Odi lebih menutup mulutnya rapat-rapat, dan itu memaksaku untuk membuka pembicaraan. bukan Vio namanya kalau menyia-nyiakan kesempatan seperti ini.

aku berdahem sejenak, dan itu membuat mas Odi melirikku dengan sedikit kepala yang menoleh kebelakang, "gimana kabarmu mas?" tanyaku membuka percakapan
"baik, kamu sendiri?"
"ya, seperti yang kamu lihat sekarang" sahutku santai
"ya syukurlah" ucapnya singkat dan kembali konsentrasi pada jalan yang memang sudah sepi saat ini
"kamu tinggal dimana mas?" tanyaku lagi, dengan sedikit canggung karna mendapatkan respon yang dingin dari mas Odi, tapi entah kenapa dia tetap terlihat ramah.
"di Nusantara dua"
"wah sama dong" sahutku cepat, "aku juga ngekos di Nusantara dua" lanjutku
"ya, aku tau kok" jawabnya sambil tersenyum tanpa menatapku
"tau darimana?" kali ini aku benar-benar penasaran
"kemaren aku lihat kamu pulang jalan sendirian" 
"tega banget gak ditawari pulang bareng" ucapku cepat dengan mulut yang manyun, aku benar-benar kesal, segitu gak pedulinya dia sama aku
"hahaha" dia tertawa, namun terlihat sangat manis, lesung pipi itu terlihat lagi karna senyumannya yang semakin lebar, "aku mau tawarin kamu pulang bareng tapi kamu udah masuk rumah kos itu duluan" lanjutnya
"ah.. alasan, bilang aja takut sama macannya hahaha" dan kali ini aku yang tertawa lebar
"macan?" ucap mas Odi seakan tak mengerti apa yang aku maksud.
"iya kak Lise" ujarku dengan alis yang dinaik turunkan, dan dia ertawa, tertawa karna godaanku, ini nih mas Odi, dia gak pernah marah kalau aku membahas atau mengejek hal yang buruk atau baik dari dia, dia malah tertawa dengan ejekan itu. ahh.. kamu manis banget sih mas jadi cowok.

mas Odi tiba-tiba berhenti dipinggir jalan, memintaku untuk duduk disampingnya, dengan senang hati aku melakukannya, bahkan sangat senang, hal itu membuatku merasa sangat nyaman, kami kembali tertawa menceritakan hal-hal yang aneh, apa pun itu, mulai dari kebodohan Jordi, keangkuhan Miki sampai kekonyolan Tasya. semua dia ceritakan. aku rasa malam ini aku tak akan tidur nyenyak karna harus terus menerus tersenyum saat mengingat malam ini.

***

pagi ini aku menjalankan setiap mata kuliah dengan wajah sumringah, padahal biasanya aku memasang wajah yang sangat kusut, tapi tidak untuk hari ini. mengingat kejadian tadi malam saat aku berdua dengan mas Odi-didalam mobil-hanya berdua, tanda kutip! gak ngapa-ngapain loh ya.. kita cuma mengenang masa lalu, tertawa bersama, becandaan dan mengobrolkan hal serius lagi. ya.. seperti dulu.

setelah semua matkul terlewati hari ini, aku mengunggu Mika dikantin, dia pergi ke toilet dan akan menyusulku kesini, namun ternyata aku salah, bukan Mika yang datang menghampiriku, tapi malah Jordi.

"hai MABA, keliatannya lagi seneng banget nih, kenapa sih?" sok akrab banget si Jordi ini, sangat terlihat menjijikan Jordi, aku tak mempedulikannya yang duduk disebrangku seenakknya tanpa izin padaku. aku menunduk memainkan smartphone yang ada digenggamanku, walau pun gak ada apa-apa di smartphone ini, mungkin lihat-lihat galery lebih baik dari pada harus ngelihatin wajah ngeselinnya Jordi.

"tuli ya? apa bisu?" kali ini dia mengucapkan kata-kata itu dengan santainya, seperti dewa yang tak pernah punya dosa. dasar manusia absurd, gak jelas!

"sekali lagi ya kakak Jordi yang terhormat, namaku Vio" sahutku dengan menekan setiap kalimat, aku menatapnya, benar-benar menatapnya tajam. memaksanya mengatakan sesuatu yang tak menyebalkan lagi. tapi dugaanku salah. dia malah tertawa, dasar aneh!

aku benar-benar tak mempedulikannya kali ini, lebih baik aku pulang, dari pada berduaan sama orang gila kayak dia, namun saat aku berdiri, Jordi menahan tanganku, tawanya mulai meredah, dia menatapku sambil tersenyum. "iya-iya sorry, gitu aja marah" ucapnya lembut, iih.. sok manis banget sih.

ingin sekali aku menepis tangan Jordi yang masih menggenggam tanganku, tiba-tiba suara daheman mas Odi mengejutkanku membuatku benar-benar menepis tangan Jordi dengan kasar, "ciee, Jordi sama Vio sekarang" kata mas Odi dengan nada menggoda, ia menyikut lengan laki-laki yang disampingnya, Miki, dan kemudian mereka tertawa. iya tertawa mengejek. sementara dibelakang mereka ada Mika dan Lise yang tersenyum lebar padaku. 

kenapa saat ada mas Odi, disitu pasti ada Lise, itu pacar apa satpam sih ngikut terus sama mas Odi, kan bete akunya. eh tunggu.. emang aku siapanya mas Odi? malah ngomel-ngomel kalau Lise sama mas Odi, kan jelas-jelas mereka pacaran, haduh Vio minta ditabok pakek apa sih biar sadar.

"udah duduk deh, diri terus gak capek apa" ini suara Mika, ternyata dia sudah duduk disampingku, dan Lise duduk disamping Mika, mereka semua juga udah duduk, aku pun mengikuti kata Mika.

"aku pesen minuman dulu deh, buat kalian" kata Jordi kemudian pergi meninggalkan kami. aku masih duduk dengan kepala menunduk kembali memainkan smartphoneku, kali ini aku membuka LINE, entah apa yang aku buka, ngelihat stiker-stiker lucu juga gak apa, walaupun gak punya niat buat beli.

"eh vi, nanti temen aku kerumahnya kak Lise ya" ucap Mika dengan nada santai, dan seketika membuatku terkejut mendengar perkataannya, ngapain kerumah Lise ngajak aku? kan cloudy banget hari ini, walaupun dalam hati aku menolaknya tapi kepalaku mengangguk tanpa melihat lawan bicaraku. untung-untung kan, siapa tau bisa tau gimana seluk beluk cewek yang dicintai sama mantan tercintaku itu. ah rumit banget ini kata-kata!

***
disinilah kami, dirumah Elise, pacarnya mas Odi, rumahnya cukup mewah, bukan mewah yang mepet sawah ya, ini bener-bener mewah, rumahnya besar, luas, dan juga rapi. Lise langsung mengajakku dan Mika untuk naik dan masuk kedalam kamarnya. ini kamar rumah ya bukan kamar hotel tapi luasnya udah lebih dari kamar hotel. ketauan banget dia anak orang kaya.

beberapa foto terpajang didinding yang dicat biru ini, sepertinya Lise suka warna biru, hampir seluruh dari kamar ini warnanya biru. mataku terhenti saat melihat foto yang berdiri dinakas samping tempat tidurnya, itu foto mas Odi dan Lise, Tuhan, mereka terlihat sangat serasi. senyum mas Odi terlihat sangat bahagia difoto itu, begitu pula dengan Lise. apa mas Odi akan sebahagia itu jika bersanding denganku.

"ini minum dulu" Lise mengulurkan tangannya, memberi segelas jus jeruk padaku, ku anggukan kepala dan mengambil gelas yang ada ditangannya, sepertinya Lise gadis yang mandiri, bagaimana tidak. dia rela turun hanya untuk mengambil air dan beberapa camilan dibawah, jelas-jelas dia punya pembantu. ya.. aku tau karna pembantu itu yang membukan pintu saat kami datang.

"itu fotoku sama Odi, waktu kami masih jadi MABA, saat itu aku sudah mengenal Odi gara-gara Jordi, sepupuku. dia kan satu angkatan sama Odi. foto itu diambil saat kita emm.. menjalin hubungan sudah hampir dua bulan" jelas Lise, sepertinya dia tau kalau aku memperhatikan foto ini sedari tadi. aku hanya tersenyum dan mengangguk-aggukan kepala. 

jadi Lise saudaraan sama Jordi, jadi Jordi yang ngenalin mas Odi sama Lise, jadi Jordi.. ah lagi-lagi laki-laki itu. memang mereka sudah menjalin hubungan satu tahun dong kalau diitung-itung, itu foto aja udah diambil waktu mereka masih dua bulan pacaran. yah kira-kira gitulah.

"ngomong-ngomong soal Jordi, gimana perasaanmu sama dia Vio?" ucapan Lise yang tiba-tiba membuatku gelabakan untuk mencari jawaban, jujur aku terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba. aku menatap Lise dan Mika secara bergantian dengan wajah heran. dan ternyata Mika sudah berada didepanku sekarang, entah kursi dari mana yang ia dapatkan. Mika menatapku lurus sama seperti tatapan Lise sekarang.

aku menggaruk belakang kepalaku yang memang tak gatal, "ma.. maksudnya?" tanyaku sedikit gugup. tunggu kenapa aku gugup? ah Vioo bodoh.
"ya selama ini kamu anggap Jordi itu apa? apa dia berarti buat kamu?" Lise menanyakan hal itu penuh antusias, sedangkan Mika hanya memangut-mangutkan kepalanya tanda setuju dengan pertanyaan Lise.

aku kembali mengelus tengkukku, walau pun sebenarnya tak apa-apa, hanya saja aku bingung mengapa mereka menanyakan hal ini padaku, "ngg.. gak kok kak, aku cuma anggep Jordi itu kakak kelas yang menyebalkan, gak ada yang lain" sahutku santai sambil menaikan kedua bahuku secara bersamaan.

sepertinya mereka mengerti, Lise yang hanya mengangguk dan Mika yang hanya diam memperhatikan kami. sedetik kemudian kami kembali bercakap-cakap ringan layaknya gadis biasa, kami menceritakan banyak hal, dan itu yang membuatku dekat dengan Lise sekarang, aku jadi tau kenapa mas Odi mencintai gadis ini, selain dia mandiri, dia juga begitu ramah padaku dan Mika, dia juga asik kalau diajak ngobrol, bener-bener nyambung, Lise juga gadis yang sangat menyenangkan. tuhkan, jadi susah nyingkirin gadis seperfact dia. Tuhaaannn.. bener-bener sia-sia dong aku kesini. aargghh.. Vio, gak boleh nyerah, tetep semangat belum ada kepastian dari mas Odi kan kalau memang dia nolak kamu, gak peduli deh walau pun dia punya pacar. yang nikah aja bisa cerai, kenapa yang pacaran gak bisa putus, hehehee...

gak peduli dengan orang yang bilang cinta tak harus memiliki, bodoh amat! buat aku, kalau aku cinta aku harus memilikinya seutuhnya.

***

malam ini aku memutuskan untuk duduk-duduk diayunan taman komplek ini. komplek di kos-kosanku, dari pada suntuk dikos-kosan gak ngapa-ngapain, mikirin mas Odi sama Lise terus-terusan bisa-bisa meledak ini kepala. malem ini taman yang biasanya rame disore hari karena banyak anak kecil dan pedagang keliling yang nangkring ditaman yang cukup luas ini, sekarang taman ini benar-benar sepi, jam tanganku sudah menunjukan pukul 8 malam, wajar saja ini waktunya anak-anak kecil pada tidur, sementara yang gede masih nangkring disini mikirin nasib percintaannya yang gak tau mau dibawa kemana.

mau bagaimanapun juga aku harus tetap mengungkapkan perasaanku sama mas Odi, setelah cukup lama aku memendap perasaan itu dalam diam, aku hanya bisa melihatnya dari sosmed-sosmed yang dia punya, bahkan dia sangat berbaik hati gak memprivasikan semua sosmednya, jadi dengan mudah aku bisa melihat dan meneliti setiap detail yang dia lakukan.

sebenarnya mas Odi bukan orang yang suka ngumbar-ngumbar perasaan di sosmed layaknya anak alay yang lagi galau karna cinta, dia cuma nyalurin hal-hal yang menurutnya penting disosmed itu. apa lagi twitternya, buseett.. isinya mentionnya Lise semua, panas sih, nyesek sih, tapi ya mau gimana lagi, itukan resiko jadi stalker.

tiba-tiba aku tersentak terkejut karna ada seseorang yang menepuk bahuku, masih dengan wajah terkejut aku menoleh kebelakang, "ngapain disini malem-malem?" ujar laki-laki itu lalu duduk di samping ayunan yang aku duduki. 

aku mengelus dada lega, ternyata bukan hantu, ya kali aja ada hantu yang iseng malem-malem gini lihat gadis cantik duduk diayunan dengan rambut tergerai panjang layaknya kuntilanak, hiii..

"gak apa mas, suntuk aja di kos-kosan" sahutku santai tanpa memandangnya, aku bisa merasakan dia mengangguk, lalu berdiri

"aku mau ke super martket sebelah, mau titip?" katanya lembut, ahh mas Odi selalu sama, dan gak pernah berubah. dia selalu memperlakukan wanita penuh kelembutan, ciee.. tapi bukan berarti dia laki-laki yang playboy. justru sebaliknya, mas Odi benar-benar pria yang setia. aku hanya menggeleng, dia tersenyum lalu pergi dari hadapanku begitu saja.

aku memperhatikan punggungnya selepas kepergiannya, yang hilang dibelokan pertama. mataku kembali menatap lurus. mas Odi.. mas Odi, kenapa kamu bisa bikin aku kacau kayak gini. bahkan aku sudah bisa bayangin seberapa sia-sianya nanti saat mas Odi jelas-jelas menolakku dan membuangku begitu saja. walau pun aku tak mau membayangkan hal semengerikan itu, tapi itu sudah terlintas dipikiranku begitu aja.


ice cream coklat melayang begitu saja didepan wajahku, eh bukan melayang, ice cream itu bertumpu sama tangan berkulit putih yang mempertontonkan otot-ototnya, jelas aku tau tangan siapa itu, siapa lagi kalau bukan mas Odi, aku hafal bener sama setiap bagian tubuhnya, eh bukan berarti yang tak terlihat aku juga tau ya, eh bukan, jangan mikir jorok dong. eh apaan sih. udahlah lupain!!

aku menenggok dan menatap mas Odi yang sudah tersenyum padaku, aku pun tersenyum dan menerima ice cream itu dari tangan mas Odi, dia tau banget kalau aku lagi pusing kayak gini, dan dia juga masih inget kalau aku ngilangin stress cuma sama ice cream coklat, ciee.. haha apaan sih! inget Vio, ada Lise dihatinya Odi, please dong jangan bego!!

"makasih" gumamku saat mas Odi sudah duduk kembali diayunan sampingku, dia juga terlihat membawa ice cream dengan rasa yang berbeda denganku. dia mengangguk dan kembali tersenyum. sudah berapa kali aku bilang mas Odi tersenyum? sangat banyak! dia memang laki-laki yang murah senyum, dan aku suka banget waktu lihat dia senyum, mempertontonkan lesung pipinya yang membuatnya semakin terlihat manis.

mas Odi memang laki-laki yang sederhana, tak seperti Jordi yang selalu berpenampilan WAW! modelnya yang sok-sokan atau gayanya yang sok cool, emang sih dia cool, tapi mungkin yang sesederhana mas Odi jauh lebih menarik. buktinya sampai sekarang pun Jordi tetep jomblo kan, kasian banget ganteng ganteng jones.

ku lirik mas Odi yang sedari tadi hanya diam tanpa niat mengeluarkan suaranya, dia menatap lurus kearah jalanan yang didepan kami, jalanannya sepi, lalu apa yang dia lihat. hal itu memaksaku untuk membuka suara terlebih dahulu.

aku berdahem, dan kini membuatnya menatapku, "mas Odi ngapain disini? kan udah malem" tanyaku pada akhirnya, dia tersenyum. ah leleh lihat senyum manisnya itu.

"lagi bosen aja, sama.. kangen rumah" sahutnya tanpa menatapku lagi, dia kembali menatap jalan sepi itu, sepertinya dia menerawang sesuatu, ya.. aku tau bagaimana rasanya kangen sama rumah, sudah beberapa bulan aku tak pulang, jadi kangen mama kaannn.. biasanya mama ngomelin aku kalau kebanyakan makan ice cream gini, sekarang, gak ada omelan itu lagi.. huaaaaa mama kangeennn!!

"iya mas, aku tau rasanya kok kayak gimana" ucapku pada akhirnya tanpa menatapnya dan dengan senyum, yah senyum kerinduan sama mama.

dia menatapku, "kenapa kamu milih kuliah di sini, bukannya mama kamu selalu ngelarang kamu kalau kamu berjauhan sama dia?" 

dia masih menatapku intens, aku tersenyum lalu menatapnya juga, kami diam saling menatap, sampai akhirnya, "ya.. aku kesini cuma mengejar sesuatu mas, awalnya sih gak dibolehin sama mama, dia lebih suka aku kuliah di Surabaya aja kan deket. tapi aku tetep maksa sampai akhirnya mau gak mau mama ngelepas aku kesini" jelasku panjang lebar

aku belum cerita kan kalau mama itu deket banget sama mas Odi, malah satu-satunya cowok yang dapet restu dari mama itu cuma mas Odi, gak yang lain. mama selalu memintaku untuk kembali sama mas Odi, dan sekarang anakmu lagi berjuang untuk mendapatkan laki-laki yang mama pengen itu maaaa...

"emm, aku gak yakin kamu bisa cuci baju sendiri, cuci piring sendiri, atau masak buat diri kamu sendiri, apa perlu aku ajarin?" ucap mas Odi dengan nada menggoda, dia selalu tau sifat manjaku yang gak pernah bisa dihapus. dia juga tau aku gak bakalan bisa hidup kalau jauh-jauh dari mama. dia selalu tau semua tentang aku. walau pun sebenarnya memang aku tak bisa melakukan itu sendiri, tapi aku selalu berusaha dengan perbekalan dari mama, selama ini aku lihat mama melakukan itu semua, ya.. itung-itung dicontohlah. tapi aku bukan perempuan semanja itu kok yang alergi kalau pegang sabun cucian, gak separah itu, suer!

aku menatapnya dengan wajah kesal, ralat dikesal-kesalin, siapa tau makin kelihatan imut hehe, oke silahkan yang mau muntah! "ihh, mas Odi udah mulai ketularan Jordi kan, nyebelin" kataku sambil memanyunkan bibirku, entah sesexy apa jadinya, huweek.. aku sendiri aja muntah sama omonganku gimana yang baca.

"hahaha" dia tertawa dengan kelakuanku, bener-bener kangen sama ketawanya yang kayak gini, sudah lama aku tak mendengar ketawanya yang seperti ini, apa lagi aku yang buat dia ketawa kayak gini, duh.. bahagianya aku hehe. "tapi serius deh, segitu cintanya kamu sama sastra sampai mau kuliah sejauh ini, kan di Surabaya banyak" katanya berusaha meredahkan tawanya. apa ini saatnya aku mengatakan hal yang sejujurnya sama mas Odi. ya! ini saatnya, aku gak mau nyia-nyiain kesempatan ini, kapan lagi aku bisa berduan sama mas Odi kayak gini, siap deh nerima semua resikonya, jaga-jaga aja kalau mas Odi menghindar dariku setelah dia tau tujuanku untuk datang kesini.

"sebenarnya aku kesini bukan cuma mengejar sastra aja mas, aku kesini sebenarnya mengejar seseorang" ucapku tanpa memandangnya, pandanganku menerawang lurus kedepan. tapi dia tetap memandangku lurus.

"siapa?"

nahkan dia udah kepancing, apa aku bener serius mau ngomong kalau aku ngejar dia selama ini, kok jadi ragu sih, kan tadi udah optimis, gimana nanti kalau dia menghindar dari aku? gimana kalau dia ngejauh dari aku? atau bahkan dia tak mempedulikanku sama sekali, oh Tuhan.. aku belum siap jauh dari makhluk ciptaanmu yang sempurna disampingku ini Tuhan.

dia masih terelihat menunggu jawabannku, dari tatapannya aku bisa melihat dia benar-benar ingin tau. ku beranikan diri untuk menatapnya. dengan ragu aku mengucapkan,

"kamu"

dia terkejut, namun segera dia merubahnya dengan tatapan heran, aku kembali memalingkan wajahku menatap jalan lurus. dia diam, keheningan mendatangi kami, aku tau dia tak mampu mengucapkan apapun, "aku kesini cuma mau minta maaf mas sama kamu, karna kamu selalu mengacuhkan chatku, tak mempedulikan sapaanku didunia maya, jadi aku ngejar kamu sampai kesini deh" kataku santai namun dengan nada serius, aku tersenyum ya senyum yang dibuat-buat agar terlihat tulus, entah bagaimana wajahku jadinya, aku berusaha mengedip-kedipkan mataku, menahan air mataku agar tak tumpah dihadapan laki-laki yang aku cintai ini.

"maafin aku Vio, tapi aku udah maafin kamu sebelum kamu memintanya" mas Odi mengucapkan itu benar-benar tulus, dan itu membuatku menatapnya, ia masih setia menatapku, ya aku bisa lihat dari matanya yang hitam pekat itu terpancar ketulusan disana. aku tersenyum. senyum hambar.

tanpa basa basi lagi, aku mengatakan isi hatiku yang selama ini terpendam, " mas, aku ingin kita kembali lagi seperti dulu, aku menyesal saat itu sudah meninggalkanmu, demi laki-laki yang, yahh.. kau tau sendiri lah" ucapku sedikit menundukan kepala, bukan berarti aku malu mengajaknya balikan seperti dulu, bukan karna aku wanita dan memulainya terlebih dahulu, atau bukannya aku tak tau diri karna aku mengajaknya balikan dan tertera jelas dia sudah memiliki kekasih, tapi aku menunduk karna aku menyesal dan benar-benar menyesal.

hening

masih hening

dan ini hening untuk yang kesekian kalinya, kepalaku masih menunduk, jelas aku tau mas Odi masih ada ditempatnya, aku masih bisa melihat kakinya yang ada dihadapanku sekarang..


"maaf Vio, aku gak bisa" ucap mas Odi cepat, dan itu membuatku mengangkat kepalaku memandangnya, belum sempat aku melihat tatapannya, dia sudah pergi menjauh dariku.
kali ini aku benar-benar tak bisa menahan air mataku, ia meloloskan diri begitu saja, punggung mas Odi sudah tak terlihat lagi, dia sudah benar-benar pergi. dan isak tangisku memecahkan kesunyian ditaman ini. hatiku benar-benar hancur, sia-sia sudah aku berada disini, sejauh ini tak ada hasil yang memuaskan untukku. mas Odi pergi, aku yakin dia akan menghindar dariku. dan aku sudah yakin dengan itu. walau pun aku hancur, aku tau mas Odi jauh lebih hancur dulu, pada saat aku meninggalkannya. tak tahu kenapa aku begitu yakin saat mengatakan hal ini. aku bisa merasakan kehancuran yang dia rasakan.

entah apa yang aku rasakan, hatiku benar-benar hancur, mas Odi sudah benar-benar pergi tanpa mempedulikanku, harusnya aku tak melewatkannya begitu saja, dan ternyata sulit bagiku merelakannya pergi dari hatiku. ingin selalu mendekapnya dipelukanku, mengenggam tangan hangatnya yang dulu milikku, namun itu hanya mimpi, mimpiku selama bertahun-tahun dan aku tak bisa mewujudkan mimpi itu.
selama aku merindukannya, aku hanya bisa menatap depan rumahnya saat mama mengajakku pergi kerumah tante, sesekali aku bisa melihatnya saat bermain komputer tepat didepan pintu yang sedang terbuka, atau saat dia pulang kerumah dengan jaket warna biru dongker yang masih teringat dengan baik diotakku, senyumnya yang tak pernah hilang dari depan mataku, tawanya yang tak pernah bisa aku lupakan, bahkan genggaman tangan yang selalu hangat, selalu ingin berkali-kali menggenggamnya, atau mungkin cara bicaranya yang sesekali menggodaku.

itu semua hilang, benar-benar hilang, bahkan dia tak mempedulikanku yang sudah ada dihadapannya, tak mempedulikan senyumku, tak mempedulikan sapaku, bahkan dia tak mempedulikan ungkapan sayangku yang sangat tulus buat dia. sesakit itukan perasaanmu itu padaku mas od? seburuk itu kah aku? apa aku sudah benar-benar tak pantas lagi untukmu?

masih dengan mata yang berderai air, berkali-kali turun melewati pipiku, langkahku yang gontai dengan mata yang buram karna tertutup air mata, aku memasuki kamar kosku, merebahkan tubuhku, rasanya begitu lelah. tapi hatiku jauh lebih lelah.

"aku tak yakin kalau aku bisa benar-benar melupakanmu mas od? bolehkah aku, bolehkah aku menjadi kekasihmu?, walau pun hanya dalam angan-anganku saja?"

***

sore ini aku kembali duduk diayunan taman komplek ini, sudah seminggu aku tak berdekatan dengan mas Odi, dan benar dugaanku dia selalu menhindar dariku setelah kejadian malam itu, dan hal itu yang membuatku merasa semakin jauh darinya, karna itu pula aku tak pernah bermain keluar kos, aku juga gak pernah kumpul lagi sama Mika, Jordi atau yang lainnya tak terkecuali mas Odi, aku selalu pergi dari mereka, aku tau mas Odi akan sangat terluka jika melihatku, dan mungkin ini jauh lebih baik. menjauh dari mas Odi dan dia juga melakukan hal yang sama. sudah cukup Vio, sudah cukup kamu menghancurkan kehidupan mas Odi sampai disini. 

sadarlah Vio, dia sudah memiliki kebahagiaan sendiri, dia sudah memiliki Lise, gadis yang kamu kenal cukup baik, bahkan dia sangat cocok bersanding dengan mas Odi dibandingkan denganmu. ku ayunkan kecil ayunan yang aku duduki, sudah lama aku berada disini, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menganggapku gila karna penampilanku yang acak-acakan, aku memang sudah gila, bahkan sangat gila! dan itu semua karna mas Odi! mas Odi yang membuatku gila seperti ini. kulihat kuku jariku yang sudah mulai memanjang, aku sendiri tak berniat untuk memotongnya, sudah beberapa hari ini aku tak merawat tubuhku sendiri, pikiranku dikacaukan dengan mas Odi, begitu pula dengan hatiku.

sebenarnya aku ingin pulang, tapi aku juga takut mama akan membunuhku jika dia tau aku ingin pindah universitas. dan aku tak mau mati karna omelan mama. mau gak mau aku harus bertahan disini, bertahan dengan keadaan ini, melihat mas Odi yang akan semakin dekat dengan Lise. dan semakin jauh dariku. aku harus bertahan, setidaknya demi sastra. dan demi cita-citaku yang sudah aku tanam dan aku pupuk di kota ini.

sore ini taman ini begitu ramai, para pedagang, ibu-ibu dan anak-anaknya, dan sesekali ada remaja yang main-main ditaman ini. namun ada yang aneh. kenapa mereka berlarian, mereka berlari kearah belakang tubuhku, dan itu membuatku menengok, melihat apa yang mereka kejar, tapi mataku tak bisa melihat jelas siapa yang sudah membuat keramaian ini, seseorang penyebannya sudah benar-benar tertutup kerumunan ibu-ibu para remaja dan juga anak-anak kecil. 

awalnya aku tak peduli, namun sampai akhirnya aku melihat sosok itu, sosok yang selama ini ku rindukan, iya.. mas Odi ada didekat kerumunan itu, walau tak yakin, aku melangkahkan kakiku, memecah kerumunan ini, dan..

"nah ini dia wanita yang saya maksud" suara Jordi yang begitu lantang membuatku menatapnya, dia menarik tanganku begitu saja, dengan tatapan heran aku memandangnya. namun tak mengeluarkan sepatah katah apa pun, orang-orang disekelilingku memperhatikanku, melihatku dengan mata berbinar namun menyorotkan tatapan iri padaku, apa ini maksudnya.

"will you be my girlfriend?" ucapnya begitu lantang namun penuh kelembutan, membuatku semakin bingun, jadi... ini rencana Jordi buat acara penembakannya padaku? Tuhaann.. apa lagi ini?

"kalau kamu nerima aku, kamu pelasin burung merpati yang ditalikan sama mawar bertuliskan 'aku menerimamu' dan kamu genggam mawar itu, dan sebaliknya jika kamu menolakku, kamu lepaskan merpati yang ditalikan pada mawar bertuliskan 'maaf, aku tak bisa' dan menggenggam mawar itu, ini semua terserah kamu Vio" jelas Jordi selanjutnya, aku masih bingung apa yang harus aku lakukan, apa Jordi benar-benar mencintaiku? sejak kapan? setauku kami tak pernah berhubungan, dan dia, dia selalu menggodaku, menjahiliku atau mengerjaiku, kenapa sekarang dia menembakku? apa dia hanya main-main?

aku melihat burung merpati yang siap terbang namun tertahan karna kakinya terikat oleh tali, dan tali itu membawa mawar merah bertuliskan 'aku menerimamu' dan 'maaf, aku tak bisa' dan dibawahnya, ada batu yang terikat kuat dengan tali itu, seperti sengaja ditahan. jahat banget sih Jordi, apa dia gak punya cara lain yang lebih berprikemanusiaan.

aku sudah menggenggam gunting kecil untuk memutuskan ikatan tali itu, aku melihat Mika, Miki, Lise dan juga mas Odi disampingnya, mereka semua menatapku tajam seolah memaksaku untuk cepat memberi jawaban, begitu juga orang-orang yang ada disekitar taman ini, mereka terlihat sangat penasaran, tak terkecuali Jordi.

pada akhirnya aku menggenggam mawar yang bertuliskan 'aku menerimamu' dan memutuskan talinya dari merpati putih cantik itu dan batu yang menahannya, saat aku melihat merpati itu terbang begitu saja, sorak sorai dari penonton memenuhi taman ini, aku tak peduli aku masih terus memperhatikan merpati putih itu yang sepertinya menunggu, ya menunggu merpati pasangannya, seakan aku mengerti maksudnya aku melakukan hal yang sama pada mawar yang bertuliskan 'maaf, aku tak bisa' dan membiarkan merpati-merpati itu terbang dengan bebas. 

sorak sorai yang tadi memenuhi taman kini telah kembali sunyi, mereka memandangku heran atau mungkin memandangku dengan tatapan kesal, aku menatap Jordi, dia mengerutkan keningnya dalam-dalam seolah tak mengerti apa yang aku maksud, "aku hanya ingin membebaskan merpati-merpati itu" ucapku santai dengan senyuman yang dipaksakan.

"jadi jawabannya?" kini dia kembali mengubah wajah bingungnya dengan tatapan lembut, ia menggenggam tanganku yang masih memegang mawar itu. dan mendekatkan tubuhnya selangkah padaku, hingga aku benar-benar bisa melihat manik matanya yang indah itu, tapi kenapa tak ada getaran sama sekali saat sedekat ini dengan Jordi, berbeda dengan mas Odi, saat melihat dia tersenyum walau pun itu dari jauh saja sudah berhasil membuat hatiku loncat-loncat tak karuan.

apa yang harus aku jawab? jika aku menerimanya, bagaimana bisa, jelas-jelas hatiku masih pada mas Odi, tapi jika aku menolaknya, itu akan membuat mas Odi semakin jauh dariku, walaupun nyatanya aku dan dia sudah sangat jauh kan sekarang.

aku kembali memalingkan wajahku pada Mika, dia sudah tersenyum lebar padaku, dan Miki disebelahnya, dia menatapku dengan wajah datar sambil melipat tangannya didepan dadanya, sementara disamping Miki, sudah ada Lise yang menggenggam lengan mas Odi dengan sangat erat, dia tersenyum padaku, dan yang terakhir, aku menatap mas Odi cukup lama, menyimpan semua tatapan ini untuk beberapa hari kedepan, siapa tau aku tak bisa melihat wajah itu lagi seperti kemarin. sampai akhirnya mas Odi tersenyum penuh arti padaku dan dia mengangguk tanda menyuruhku tak menyia-nyiakan perasaan Jordi. aku masih menatapnya hingga tangan Jordi menyentuh daguku dan memutar wajahku untuk menatapnya, namun dia hanya diam.

maaf mas od, aku harus melakukan ini, bagaimana pun juga aku ingin melupakanmu. walau pun aku tak yakin aku mampu membuang semua tentangmu. maafkan aku mas od, maaf, mungkin aku mengecewakanmu untuk yang kesekian kalinya ucapku dalam hati.

aku masih menatap Jordi, dan sedetik kemudian aku berjinjit agar menyamakan tinggiku dengannya, melepaskan genggamannya dan melingkarkan tanganku dilehernya, dia sedikit menunduk dan terkejut dengan apa yang aku lakukan, namun ia membalas pelukanku.

***

-ODI-

gadis itu, sudah lama aku meninggalkannya, karna hatiku yang sudah terlampau sakit karna kelakuannya, dan sekarang dia kembali muncul, mencoba melangkahkan kakinya kembali memasuki kehidupannku yang sudah mulai berwarna karna Lise. aku yang sempat terkejut saat mengetahui kalau dia satu universitas denganku, dan yang lebih mengejutkan lagi saat dia memintaku untuk kembali padanya, gadis itu tak pernah basa-basi dan dia selalu tak pernah berubah, masih sama seperti dulu. 

entah apa yang ada dipikirannya, hidup sendiri hanya untuk mengejar seorang laki-laki yang belum tentu akan menjadi miliknya lagi. dia gadis yang sungguh bodoh. sangat bodoh, mengorbankan pendidikannya hanya demi aku?

apa yang ada dipikiran gadis itu Tuhan? dia sudah sangat tau kalau aku dan Lise memiliki hubungan tapi kenapa dia mengajakku kembali padanya? walau pun aku tau dia sangat menyesal, hal itu tak bisa membuatku kembali padanya, hatiku masih terlampau sakit karna perbuatannya. dan sekarang, sekarang aku melihatnya berpelukan dengan sahabatku sendiri, Jordi. dari awal aku sudah tau kalau Jordi tertarik dengan gadis itu. dan baru sekarang Jordi berani menyatakan cintanya setelah mendapatkan dorongan dariku dan juga Lise. kalau seperti ini kan aku bisa tenang, Vio ada yang menjaga, dan juga kemungkinan kecil dia mengacau hubunganku dengan Lise, aku sendiri tak yakin kalau Vio akan melakukan hal itu, dia gadis yang cukup baik walaupun sangat manja. 

"ayo sayang, kamu mau gangguin mereka" Lise menarik lenganku lembut, mengajakku bergabung dengan Mika dan Miki yang sudah menyantap bakso dipinggir taman. memang ini taman tempat favorite baru Vio, aku sering melihatnya sendirian ditaman ini, apalagi setelah kejadian malam itu. masih ingatkan? malam dimana aku menolak Vio dan meninggalkannya, jangan berfikir kalau aku ini laki-laki kejam, tidak.. aku tak sekejam itu, aku hanya tak ingin kembali kecewa karna Vio, lagian aku juga masih berhubungan dengan Lise. bodoh jika aku menggandeng kedua gadis itu. jangan kira aku benar-benar mengacuhkannya dan menghindarinya saat setelah kejadian itu, ya memang aku melakukan hal itu. tapi aku masih memperhatikan gerak gerik Vio dari kejauhan. dan setiap malam aku selalu menemaninya ditaman, yah.. walau pun tanpa sepengetahuannya, seenggaknya aku tak ingin membiarkan Vio sendirian ditempat sepi itu.

"ini sayang baksonya" gadis berparas cantik dihadapanku ini memberikan semangkok bakso, aku menerimanya dan tersenyum padanya, gadis ini memang jauh lebih cantik dari Vio, bahkan sikap dewasanya yang selalu membuatku terpesona padanya. tapi.. tapi kenapa aku tak pernah bisa berhenti menatap Vio yang masih berpelukan dengan Jordi disana. rasanya seperti ada gejolak amarah yang entah darimana datangnya itu. bahkan Vio tak pernah melakukan hal semanis itu padaku dulu. ah apa yang kamu pikirkan Odi? udah fokuss.. fokus.. ada Lise disamping kamu. 

***

malam ini aku berjalan sendiri menyusuri toko-toko yang menjual jaket di mall ini, sendirian? ya memang. Miki tak bisa menemaniku karna ada acara keluarga, Jordi? dia subuk dengan bandnya, sementara Lise, dia ada reoni dengan teman-teman SMAnya, dan gak mungkin kan aku ngajak Vio, bisa-bisa aku dihajar sama Jordi karna sudah berani-berani mengajak kekasih barunya jalan-jalan kemall. 

berkali-kali aku keluar masuk setiap toko tapi tak ada yang pas denganku, sampai akhirnya mataku terpaku dengan seseorang, sepertinya aku mengenal gadis yang ada direstaurant itu. kenapa dia sama laki-laki lain? tiba-tiba jantungku berdegub tak karuan. aku melangkah lebar-lebar memasuki restaurant itu dan melihat lebih jelas siapa gadis itu. dan dugaanku benar.

gadis itu bergelayutan manja dilengan laki-laki yang aku sendiri tak mengenalnya, laki-laki itu mengelus pipi mulus milik gadis itu, saking asiknya bermesraan sampai mereka tak menyadari kehadiranku yang sudah didepan meja mereka.

"LISE!!"

mereka menoleh, laki-laki itu menatapku heran sedangkan gadis disebelahnya terkejut saat melihatku, tanpa basa basi lagi aku pergi meningalkan mereka, berjalan cepat kearah parkiran dimana mobilku berada. dan Lise mengejarku, dia terus menerus memanggil namaku. namun aku tak mempedulikannya, malah aku mempercepat langkahku, sampai akhirnya Lise berhasil mengejarku dan menggenggam lenganku erat memaksaku berbalik dan menatapnya. dia terlihat ngos-ngosan karna dia tak bisa menyamai langkah kakiku yang lebar.

"sayang aku bisa jelasin semuanya, dia cuma sepupuku, gak ada apa-apa" katanya masih dengan nafas yang tersendat sendat

"sepupu gak mesra-mesraan kayak gitu Lise" sahutku dengan nada yang sedikit ditinggikan

"sayang aku bisa jel..."

"jangan panggil aku sayang, kita sudah gak ada hubungan apa-apa lagi" kali ini aku benar-benar emosi, aku menepis tanganku yang masih digenggam Lise, jelas kekuatanku jauh lebih besar dari gadis ini, aku berjalan sedikit berlari meninggalkannya, mungkin dia sudah tak sanggup untuk mengejarku.

kujalankan mobilku penuh emosi, hatiku benar-benar hancur sekarang, apa tak ada wanita yang benar-benar serius menjalin hubungan denganku. kenapa mereka semua seakan mempermainkanku, apa aku memang pantas dipermainkan seperti ini? oh shit! bahkan saat Vio melakukan hal yang sama dengan Lise, dia mengakuinya, tidak dengan Lise. aku memukul-mukul keras setir kemudi yang tak bersalah, seolah dia benar-benar menjadi pelampiasanku.

setelah beberapa menit perjalanan akhirnya aku memasuki komplek Nusantara dua, taman depan komplek memberi sambutan selamat datang dengan gadis diayunan, seperti biasa, bahkan dari punggungnya saja aku sudah tau itu pasti Vio. dan dugaanku benar, dia duduk diayunan, menyandarkan kepalanya dipeganggan ayunan itu sendang mengayun-ayunkan kakinya sangat pelan. semenjak kejadian malam itu, aku bisa melihat Vio begitu kacau. sama kacaunya denganku sekarang karna Lise. namun Vio jauh lebih kacau. dia seakan tak peduli dengan hidupnya sendiri. kadang aku merasa iba dengan dia, namun disisi lain aku tak ingin kembali terjerat dengan kekecewaan yang Vio buat.

mobilku berhenti begitu saja disamping taman, bersebrangan dengannya. dan dia melihat kearahku, namun tatapannya kosong, aku bisa melihat dia juga melihatku. tapi kenapa aku malah melajukan mobilku menjauhinya. dan kini mobilku berhenti tepat didepan rumah budheku. ya.. tempat aku tinggal selama ini.

segera aku keluar dan berlari kearah taman itu lagi, namun aku sudah tak melihat sosok Vio diayunan itu. apa dia sudah kembali ke kos-kosan? aku melangkahkan kaki pulang dengan kecewa, ya aku kecewa karna aku tak bisa menghiburnya. eh tapi kenapa aku merasa seperti ini? ah sudah aku pusing. kan dia juga ada pacarnya, Jordi.

***

"bro, aku turut berduka cita ya atas hubunganmu sama Lise" itu Jordi, dia menepuk pundakku membuatku terkejut dan tersedak sesaat, namun masih bisa mengatasinya.
"apaan sih?"

"aku udah denger dari Mika, dan Lise sendiri yang cerita sama dia. dan Mika cerita sama aku, percaya deh di, suatu saat kamu pasti tau siapa cinta sejatimu" kata Jordi dengan tatapan tajam, sepertinya dia serius, tapi apa maksudnya?

"maksudmu?" tanyaku polos, aku memang tak mengerti sama ucapan Jordi sahabat dekatku saat masih OSPEK dulu, dan sampai sekarang jelasnya.

"iya, Vio.. jangan pura-pura deh di, aku tau kok kamu gak buta sama perasaan yang Vio kodein kekamu" kali ini Jordi mengatakan hal itu dengan tersenyum, tapi bukannya?

"bukannya Vio pacaran sama kamu" ucapku santai bukan sebuah pertanyaan tapi lebih ke pernyataan

Jordi tertawa, entah apa yang lucu, "dia nolak aku di, dia udah cerita semuanya keaku, dan aku harap. kamu gak ngecewain dia lah di, kamu tau kan dia gadis yang paling kacau diantara Lise dan Mika, lihat tuh Lise, dia kehilangan kamu tapi gak sekacau Vio kan" sekali lagi Jordi menepuk bahuku dan meninggalkanku sendiri, aku tau maksudnya agar aku berfikir tentang perasaan Vio, atau Lise. ah tau.. aku bingung.

Jordi bilang apa tadi? Vio nolak dia? jadi artinya Vio gak pacaran sama Jordi. harusnya aku kaget dong. tapi kenapa aku malah seneng gini? tapi bener juga apa kata Jordi, aku tadi pagi sempat ketemu sama Lise, tapi dia gak terlihat sekacau Vio, bahkan dia terlihat semakin cantik. arghh bingung..

***

kalau bukan karna Jordi, aku gak bakalan mau keruang music ini buat cari buku catatannya. tapi dimana buku itu?
Bumm!!

pintu ruang music tertutup sangat keras, membuatku terkejut dan berbalik menatap pintu yang sudah tertutup itu, mengambil buku catatan Jordi diatas drum. mengahampiri gadis yang besandar dibalik pintu besar itu. dia terlihat ngos-ngosan, entah dia lari dari apa, dia masih mengintip dari lubang kunci pintu itu.

"Vio?"

dia menatapku dan segera berdiri, "awww" na'as, kepalanya terbentur gagang pintu yang tepat diatasnya, dia merintih kesakitan dan itu terlihat sangat lucu. dengan wajah khawatir dan menahan tawa, aku mendekatinya.

"kamu gapapa?" tanyaku yang hanya dijawab anggukan olehnya, tanganku menyentuh bagian kepala yang tadi terbentur gagang pintu, mengelusnya lembut

"masih sakit?" dan dia menggeleng kemudian tersenyum

"kamu ngapain sih kok ngos-ngosan gitu? habis dikejar setan?" tanyaku menggoda, dia memanyunkan bibrinya, terlihat sangat menggemaskan

"iya, setan Jordi tuh, sahabat kamu" sahutnya dengan kesal, tangannya sudah terlipat didepan dadanya

"emang kenapa?"

"masak dia kejar-kejar aku terus, masak dia minta-minta cium gitu, kan risih akunya" sekarang gadis itu mencak-mencak tak karuan, sifatnya memang gak pernah berubah

"yaudah kasih aja, kan dia pacar kamu" matanya membelalak, sepertinya dia terkejut dengan ucapanku, itu membuatku tertawa, mengajak-ngajak rambutnya yang sudah berantakan

"gak usah cemberut gitu, aku tau kok kamu nolak Jordi, dia sendiri yang cerita sama aku" kataku pada akhirnya, membuat Vio membuang nafas lega, dan dia mengangguk.

kepalaku yang sudah bertengger dikepalanya kini menurun menyentuh pipinya lembut, mendekatkan wajahku dengan wajahnya, menatapnya tepat dibilik matanya, dan dia melakukan hal yang sama, walaupun masih dengan kegugupan.

"apa kamu mencintaiku?" entah pertanyaan itu terlontar begitu saja, dan Vio mengangguk, dia berdahem sejenak, mungkin menetralkan kegugupannya saat berdekatan denganku seperti ini 

"iya, aku sangat mencintaimu" perkataan yang terlontar dari mulutnya berhasil membuatku gugup kali ini, entah kenapa aku kembali merasakan deg-degan yang sudah lama mati karnanya, dan rasa itu kembali muncul.

aku tersenyum, "apa kamu janji akan menjaga perasaanmu itu untukku?" 

dia tersenyum, "yah.. I promise" ucapan terakhirnya membuatku terpaku, gadis itu masih tetap pada senyumnya, aku tau itu senyum bahagia yang dia punya.

aku semakin mendekatkan wajahku padanya, tanpa diperintahkan ia memejamkan matanya, hahaha.. aku tau apa yang ada dipikirannya, sekuat mungkin aku menahan tawaku agar tak keluar begitu saja, setelah beberapa lama menunggu dia membuka matanya, dia menatapku tajam, aku tersenyum, senyum jahil yang aku punya. "awas aku mau keluar" ucapku akhirnya membuat pipi putihnya itu semakin mengeluarkan bercak merah. tanpa ada kata peduli aku meninggalkannya dengan tawa kecil yang aku tau dia tak akan bisa melihatku tertawa karna dia masih berdiri terpaku ditempat itu hahaha...

***

7 tahun kemudian

-VIO-
cahaya pagi menusuk mataku dengan paksa, pagi ini aku merasa sangat lelah, aku meraba tempat tidur disebelahku, KOSONG!! kemana dia?

kulangkah kan kaki menuju termpat tidur yang ada disamping tempat tidurku, putriku tidur dengan sangat pulas, dia juga sudah wangi, mungkin papanya yang memandikannya pagi tadi, ya ini putriku, baru dua minggu yang lalu aku melahirkannya dengan susah payah, namanya Amora viodi mahardikaputri, sudah bisa ditebak dong siapa papanya, jelas mas Odi dong, gak mungkinkan Jordi, bisa-bisa dibilang beda anak beda bapak, bahaya kan ya haha..

tapi dimana mas Odi?

klontang

itu suara dari dapur, apa yang mas Odi lakuin didapur? setelah ku berlari menuju dapur meninggalkan Mora yang masih tertidur pulas. setelah sampai didapur, aku bisa melihat mas Odi yang sedang memasak. eh.. jangan ngremehin, gini-gini mas Odi termasuk suami yang perhatian penuh sama istrinya. "mas, udah biar aku aja ini kan kerjaanku, kamu mending duduk deh" aku mendesak tubuhku menggeser tubuhnya paksa, walau pun tubuhnya mas Odi jauh lebih besar dari tubuhku.

"tuh kan kebiasaan deh pagi-pagi udah nyerobot-nyerobot, disapa dulu kek suaminya yang ganteng ini" diihhh.. sejak kapan sih mas Odi jadi kepedean gini, emang sih ganteng, tapi ya gak usah kepdan gitu napa.

aku menatapnya dengan wajah heran, alisku saling bertautan satu sama lain, namun aku menggantinya dengan senyuman, karna mas Odi sedari tadi udah tersenyum. ah murah senyumnya itu loh gak hilang-hilang dari dulu, "duh, sejak kapan sih suamiku ini jadi kepdan gini" kataku lembut sambil melingkarkan tanganku diperut mas Odi dari samping. sementara dia masih asik mengaduk-aduk soup merah yang sudah dia buat.

"hmmm.. harum banget, sini biar aku yang siapin mas" lanjutku masih merebut sendok sayur yang dia pegang, mau bagaimanapun juga kekuatan mas Odi jauh lebih besar dibanding denganku, ditambah kondisiku sehabis melahirkan, belum benar-benar pulih.

"sayang, kamu kalau dibilangin kok bandel sih, dokter bilang apa kemarin? kondisi kamu masih lemah, kamu masih butuh banyak istirahat. kamu--"

"iyaiya, aku tau, maafin aku ya mas" kataku memelas menggenggam erat lengan mas Odi yang bebas, sementara tangan satunya masih mengaduk soup merah yang terlihat lezat itu. gini nih mas Odi, dia berubah jadi suami yang paling protektif sejak aku hamil, apa lagi waktu dokter bilang kalau kandunganku lemah. wah.. jangan dibilang gimana, semenit dua menit dia pasti menelfonku tak peduli saat dia dikantor atau dalam keadaan nyetir. dia benar-benar menjagaku. bahkan aku tak pernah melihat mas Odi seprotektif ini selama pacaran dengannya. 

mas Odi mengangguk, tanpa basa-basi lagi aku berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar untuk mandi, beberapa menit kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan keadaan lebih segar, putri cantikku masih tertidur dibox bayi dengan pulas. mungkin dia terlalu lelah setiap malam bangun dan memintaku untuk menyusuinya, tapi aku tak pernah sendiri saat aku terbangun malam hari, mas Odi juga ikut ambil tindakkan dalam hal ini, saat Mora bangun aku menyusuinya dan mas Odi menganmbil alih saat Mora sudah tenang, mas Odi menyuruhku kembali tidur, sementara mas Odi menggendong Amora dan menunggunya sampai putri kami tertidur dengan pulas kembali. ah suami yang sangat manis. yang baca jangan iri yaa.. hehehe..

Mora masih tertidur dengan pulas, aku menuruni tangga dan sarapan bersama mas Odi, kemudian menjemur Mora dibalkon dan agar mendapat vitamin D, seperti yang biasa ibu dan anaknya lakukan. saat aku sampai dimeja makan semuanya sudah siap dengan makanan yang mas Odi buat. aku benar-benar kagum dengan suamiku ini, bahkan dia bisa menjadi seorang ayah dan seorang ibu secara bersamaan. jangan ketawa yang baca, harusnya kagum juga tauk. kan susah cari cowok yang kayak gini didunia nyata!! eh kok jadi protes-protes gak jelas gini sih. 

"udah makan dulu" ucap mas Odi, lalu aku mengambilkan nasi untuknya dan untukku. kemudian kami makan dalam diam, aku terus memandangnya, pastinya kan kalian bingung gimana aku bisa menikah dengan mas Odi, jadi gini seceritanya.

waktu itu aku lagi ada ditoko buku, aku bekerja disalah satu majalah remaja di Surabaya. setelah pembicaraanku sama mas Odi di ruang music saat itu, dia tak mengatakan apa pun lagi, tapi dia masih care denganku, menyapaku, sering kali tersenyum untukku, mengajakku pulang kembali ke Sidoarjo saat dia pulang, menemaniki saat suntuk di kos-kosan entah itu jalan-jalan keliling Malang, atau ke taman komplek, pokoknya dia selalu ada lah buat aku. tapi dia tak memberikanku status pasti, aku sendiri tak berani menanyakan hal itu, aku takut dia menjauhiku lagi. mungkin ini sudah cukup, iya cukup berdekatan dengan mas Odi sudah membuatku bahagia seperti ini. 

sampai akhirnya dia lulus, setelah wisuda mas Odi kembali pergi meninggalkanku, bahkan dia tak meninggalkan kabar apa pun. ia hilang ditelan alam begitu saja. sampai akhirnya aku putus asa untuk menanyakan kabarnya, tak ada lagi yang tau dimana keberadaan mas Odi, entah Jordi atau si dingin Miki. bahkan Lise juga gak tau mas Odi dimana. dan aku kembali diam.

aku masih memilih buku-buku yang menurutku menarik, dan saat aku menemukannya, buku itu cukup tebal, saat aku membaca sipnosis yang dibelakangnya, tiba-tiba ada kotak berlian yang berisi cincin berlian emas putih sangat cantik namun sederhana dengan berlian kecil ditengahnya, eh cincin itu gak melayang, kotak cincin itu bertumpu pada buku yang terbuka dan buku itu bertumpu pada tangan berkulit putih itu, mataku masih menatap cincin itu dan berjalan lambat mengikuti arah tangan yang menopangnya, saat tubuhku benar-benar berputar melihat laki-laki yang sangat tampan sedang tersenyum kearahku, dari dulu memang dia sudah tampan.

tapi kini laki-laki itu jauh lebih tampan, sudah tak ada behel gigi yang dia pakai, dia memakai kemeja warna biru dongker dengan celana panjang warna hitam. sangat serasi dengan kaki panjangnya. oh Tuhan aku melihat lagi laki-laki yang selama ini aku rindukan.

"will you marry me?" laki-laki itu mengucapkan pertanyaan itu begitu saja, air mataku tak bisa terbendung lagi, menetes begitu saja, tanganku menutup mulutku saat aku benar-benar terkejut, namun aku mengangguk, senyum mas Odi semakin melebar, dia memasangkan cincin cantik itu dijari manisku kemudian mencium punggung tanganku dengan lembut, masih dengan senyumnya. 

segera aku memeluknya, meluapkan rasa rinduku, walau pun sebenarnya aku bingung kenapa mas Odi datang dan pergi begitu saja. tapi tak masalah buatku, aku sangat senang hari ini, "udah dong, kan aku pengen buat kamu seneng, kok malah nangis gini sih" katanya lembut, ia menggosok-gosok punggungku, membalas pelukanku dengan hangat. 

setelah itu mas Odi mengantarku pulang, sesampainya didepan rumah, aku mengajaknya turun, memberitahu mama kabar gembira ini, bukan dari extra buah manggis loh ya.. hehe..
namun langkahku terhenti saat melihat orang tua mas Odi sudah bercanda ria dengan orang tuaku, se
dangkan Viona adik perempuan mas Odi sedang bercakap-cakap santai dengan Desty adik perempuanku, mereka terlihat sangat akrab.

"hay sayang, udah ketemu sama Odi?" pertanyaan mama membuyarkan keterkejutanku, aku mengangguk dan melangkah mendekati orang tua mas Odi, menyalami mereka satu persatu. darimana aku tau kalau itu orang tua mas Odi, ya sesekali aku melihat mereka waktu aku masih sering main dirumah tanteku.
"gimana di?" papanya mas Odi bertanya dengan anaknya, dan hanya dijawab anggukan oleh mas Odi, "yaudah pernikahan akan dilaksanakan dua minggu lagi" lanjut papanya mas Odi.

gitu deh ceritanya, 

oek..oek.. aku dan mas Odi saling pandang, dan kami langsung berlari menaiki tangga, aku terlebih dahulu dan mas Odi mengekor dibelakangku. melihat Mora yang menangis dibox bayinya membuatku cemas.

setelah aku menggendongnya, menimangnya dan itu membuatnya kembali tenang dan tertidur, aku melangkahkan kakiku menuju balkon, menjemur bayi cantikku ini diterik matahari pagi, dengan selendang yang menutupi kepalanya. sementara mas Odi melingkarkan tangannya dipinggangku, ia bagaikan sandaran untukku, ini hari minggu pagi yang sangat cerah. aku hanya memakai kemeja panjang putih dengan celana pendek, sangat pendek hingga tak terlihat karna tertutupi kemeja panjangku. mas Odi selalu memintaku menggunakan pakaian yang sederhana, karna dia bilang dia takut aku diambil sama cowok kayak Jordi lagi. duhh.. lucu bangit sih mas Odi kalau lagi cemburu gitu.

sekarang kami tinggal di Malang, meninggalkan mama dan papa serta mertuaku di Sidoajo, mengingat pekerjaan mas Odi memaksanya tetap tinggal disini, aku masih bersandar didada bidangnya, sementara tanganku menggendong Mora yang tertidur dengan pulas digendonganku, satu tangan mas Odi menyentuh pipi merah Amora, dia sangat menyayangi anak pertama kami.

"makasih ya sayang, kamu perempuan paling berarti buatku" ucap mas Odi penuh kelembutan, matanya menatapku tajam, dia mengecup lembut keningku. aku tersenyum dan mengangguk.

ternyata tak ada perjuangan yang sia-sia, kini aku memiliki mas Odi sepenuhnya, tidak hanya diangan-angan seperti apa yang aku lakukan dan aku fikirkan selama ini

***

Komentar