My Friendship My Relationship


A/n : Cerpen kali ini khusus aku dedikasikan untuk salah satu sahabatku dikelas. tapi kenyataannya sangat berbanding terbalik dengan kenyataan sekarang. so.. awalnya mau bikin sadending, tetapi aku gak mau sahabatku kisahnya jadi sad hohoho... happy reading guys..

"Allliiiiiissssaaaaaaaaa, Paaaatttttooooonnnnn. apaa yang kalian lakukan dengan wajah kuuuu?" teriakkan Dion membuatku dan Patton tertawa cekikikan dibalik pintu kamar apartemennya. kami baru saja mendandani wajah tampan milik Dion, sahabatku sejak SMP. terdengar gemericikan air kran. itu artinya Dion sudah masuk kedalam kamar mandi, tanpa basa basi lagi aku dan Patton menuruni tangga untuk mempersiapkan perlengkapan yang lainnya dibawah.

Hari ini hari ulang tahun Dion, sahabat terbaikku kedua setelah Patton. pagi-pagi sekali aku dan Patton sudah mendatangi apartement milik Dion, mempersiapkan segala perlengkapannya. beruntung sekali saat kami mendatanginya, dia masih tertidur sangat pulas. dan memberikan kesempatan pada kami untuk sedikit menjahilinya. perfact! semua persiapan kejutan untuk Dion telah siap. sebentar lagi dia akan keluar dari kamarnya.

Saat Dion melangkahkan kakinya dianak tangga paling akhir, "HAPPY BIRTHDAY DION!!" teriakku dan Patton serempak. Dion sempat terkejut dan menutup mulutnya dengan satu tangan, huft layaknya seorang gadis, yang dilamar kekasihnya didepan umum keluhku dalam hati. tapi itu lah Dion, dia aneh, dia kocak, dia lucu, dia keren, dia tampan, dia cerdas, dia dewasa, dia bertanggung jawab, dan dia sempurna.  itu lah yang membuatku MENCINTAINYA.
AKU MENCINTAINYA
AKU MENCINTAINYA
AKU MENCINTAINYA

Kata-kata itu terus menerus berputar diotak dan hatiku selama ini. aku memang mencintai Dion, sahabatku sendiri, mungkin aku bodoh bisa mencintai seorang laki-laki yang notabennya seorang sahabatku. mana mungkin kita bisa menjadi seorang kekasih, itu tidak mungkin. sadar Alisa, sadar! berkali-kali otakku menyadarkanku, tapi tidak dengan hatiku. mereka seakan mengkhianatiku, dan tak mau menuruti keinginanku.

"ayo tiup lilinnya Dion, aku sudah lapar" racauan dari Patton hanya dijawab kekehan dari Dion. "make a wish" sahutku saat melihat Dion yang akan meniupnya tanpa mengucapkan harapannya, dia hanya mengangguk tanda mengerti. Dion menangkupkan kedua telapak tangannya, memejamkan matanya dan bergumam sesuatu yang tak dapat ku mengerti. setelah itu dia meniup lilinnya, aku dan Patton bertepuk tangan meriah. beberapa menit kemudian kami memotong kuenya dan makan bersama, adegan ini yang paling ditunggu oleh Patton.

Kami makan di iringi canda tawa, sesekali Patton menggoda Dion hingga membuatnya kesal, sementara aku hanya tertawa terbahak-bahak melihat kebodohan yang mereka lakukan. kami sengaja merayakan ulang tahun Dion hanya bertiga, tak ada yang lain. walau pun kami sering berkumpul, bermain bersama, dan sering menghabiskan waktu bersama. tapi ini tak pernah sekali pun membuatku bosan atau jenuh, justru jika aku melewatkan sedetikpun tanpa mereka, aku sakan sangat merindukan mereka.

"eh Di, kemana tuh si cewek cantik yang kamu bilang? lupa sama ulang tahun kekasihnya sendiri?" mulutku mengoar begitu saja, betapa bodohnya aku menanyakan hal itu. tapi memang benar aku menyidir laki-laki yang ada disebrang tempat yang aku duduki sekarang. lihat saja tampang Dion yang tadinya tersenyum lebar kini menjadi murung dan sedih. "maafkan aku Dion, aku tak--" ucapku, namun terpotong dengan perkataan Dion, "tak apa" Dion memberikan senyum terbaiknya.

Sejak ucapan bodohku itu terlontar, suasana hening memeluk kami dengan erat. entah sudah berapa kali Patton mencoba mencairkan suasana tetapi Dion tetap tidak mempedulikannya, dan aku? aku hanya sesekali tersenyum hambar pada Patton sampai akhirnya dia pasrah dan memilih diam. sakit memang mengungkit kekasih tercintanya Dion, tapi mau bagaimana lagi, aku terlahir dengan mulut yang sedikit sinis, sejujurnya aku memang tidak suka dengan gadis itu. dia terlihat bukan seperti gadis baik-baik, dan menurutku Dion tak pantas bersanding dengan gadis itu.

Aku mengatakan hal ini bukan artinya karna perasaanku pada Dion, tapi memang itu kenyataannya. gadis yang Dion cintai saat ini sering kali menggunakan rok mini dan pakaian yang kurang bahan, apa itu sopan? jelas tidak jika dia wanita baik-baik. meskipun aku mencintai Dion, aku tak pernah memaksanya untuk terus bersamaku, bahkan aku membebaskannya untuk memilih, dalam tanda kutip, aku tetap memperhatikannya dari kejauhan. Tika, itu nama gadis yang sudah membuat Dion tergila-gila, satu universitas dengannya.

Patton, aku dan Dion memang menempati universitas yang berbeda. Patton lebih memilih hukum, Dion memilih desaign dan aku, lebih memilih untuk mengambil jurusan Broadcast. bahkan universitas kami sangat berjauhan, kami sudah sampai disemester 6, dan beberapa langkah lagi kami akan menghadapi yang namanya 'skripsi', itu artinya kami akan jarang kumpul seperti ini lagi, kami akan disibukan dengan urusan masing-masing, membayangkan hal itu saja sudah membuatku ketakutan, yah.. ketakutan akan berjauhan dengan Dion.

Waktu sudah menunjukan pukul 8 malam, itu artinya aku dan Patton akan segera pulang. jelas Patton mengantarku pulang karna dia yang sudah menjemputku pagi-pagi tadi, "apa kau masih memikirkan hal itu?" ujarnya memecahkan keheningan diantara kami, "hal apa?" sahutku polos, memang sengaja aku pura-pura tak tau, aku malas membahasnya, itu akan membuatku kembali menyesal. "hal yang kau katakan saat dimeja makan tadi? kau lihat ekpresinya? dia terlihat sedih. aku tak menyangka kau akan mengatakan hal sebodoh itu?" benar apa yang dikatakan Patton, tanpa menjawabnya aku memalingkan pandanganku kearah luar jendela mobil Patton, melihat kerlap-kerlip jalan akan jauh lebih baik dari pada harus melihat tatapan tajam milik Patton, itu akan membuatku semakin bersalah. aku harus meminta maaf pada Dion, aku tak ingin dia menyimpan amarah untukku.

Sesampainya dirumah, aku langsung mengirim pesan singkat untuk Dion.
To : Dion
From : Alisa
maafkan aku Di atas perkataan bodohku dimeja makan, sungguh aku tak ingin membuatmu bersedih. aku sangat menyesal, maafkan aku. -DELIVE

tak perlu menunggu lama Dion langsung membalas pesan singkatku.

To : Alisa
From : Dion
sudahlah, aku sudah memaafkanmu. tak usah kau pikirkan. aku saja sudah tak memikirkannya, dan kau benar. bahkan dia melupakan hari ulang tahunku. -READ

kasian sekali pria ini, bahkan orang yang dicintainya melupakan hari istimewa untukknya, wanita macam apa kau Tika ucapku geram dalam hati.
To : Dion
From : Alisa
tak usah kau pikirkan gadis seperti itu Dion, disini masih ada Patton dan aku. tersenyumlah! kami akan selalu ada untukmu. -SEND

aku juga selalu ada untuk mencintaimu Dion. walau pun aku sadar, aku tak akan mendapatkan balasan cinta darimu. aku meletakkan telfon genggamku saat membaca pesan terakhir dari Dion yang isinya hanya 'thankyu:)' bahkan dia tak menanyakanku apa aku sudah sampai rumah. oh Dion sebegitu tak berartinya kah aku untukmu? kurebahkan tubuhku diatas kasur dan mulai terlelap.

***

Terik mentari pagi memenuhi kamarku saat ini, serasa menusuk tajam pelupuk mataku. secepat inikah pagi datang? tubuhku masih terasa sangat berat dan lelah. beruntung ini hari minggu yang artinya aku bisa beristirahat sampai siang. ku tarik selimutku sampai menutup seluruh tubuhku hingga tak terganggu dengan sinar matahari.

tok.. tokk.. tokk..

baru beberapa saat aku tertidur sudah ada yang mengganggu tidurku? tolonglah siapa pun hentikan ketukan pintu itu, aku masih sangat mengantuk.

tok.. tok.. tok..

ketukan pintu itu semakin keras, awas saja kalau ternyata itu kak Andre yang merengek minta dibuatkan sarapan, aku akan melemparnya dari balkon kamarku. dengan langkah gontai aku melangkahkan kakiku mendekati pintu, bahkan mataku belum terbuka sepenuhnya. "ada apa sih kak, aku mas---" seseorang memelukku, membuat mataku benar-benar terbuka, dari harum tubuhnya saja aku sudah bisa mengetahui siapa laki-laki ini. "ada apa Dion?" tanya ku dengan lembut, sesekali mengelus punggungnya seakan mentransfer kekuatan untuknya yang terlihat sangat, rapuh?.

"Tika" ucapnya dengan suara parau, apa dia menangis? "kenapa dengan Tika?" tanyaku cemas melihat keadaan Dion yang seperti ini, "di.. dia.. dia berselingkuh dengan temanku dikampus lisa" mendengar ucapannya membuatku terkejut, mulutku menganga lebar dibalik tubuhnya. gadis macam apa yang tega menyelingkuhi pria sesempurna Dino? aku harus memberi pelajaran pada gadis itu. aku tak rela melihat Dino sekacau ini karnanya.

Aku sudah menghubungi Patton, memintanya untuk segera datang kerumahku, menemaniku yang kewalahan untuk menenangkan Dion yang terus menerus bergumam tak jelas namun pandangannya kosong. aku benar-benar tak sanggup melihat Dion sekacau ini, sesekali air mataku mengalir begitu saja saat mendengar ceritanya yang melihat Tika bermesraan dengan temannya sendiri. entah mengapa hatiku seperti dihantam benda keras, rasanya sangat sakit saat melihat seseorang yang kau cintai terluka seperti ini. aku sudah mencoba memeluknya dan menenangkannya, tapi Dion malah menangis dipelukanku, jika seorang laki-laki menangis hanya karna seorang wanita, itu artinya dia benar-benar tulus mencintai wanita itu, dan hal itu membuat hatiku semakin sakit.

Setelah beberapa menit akhirnya Patton datang dan melihat kami yang sedang berpelukan, air mata yang keluar dariku atau pun Dion membuatnya semakin heran. namun ia membiarkan kami sampai kami sadar akan kedatangannya, Dion yang merasa sudah mulai tenang dan merenggangkan pelukannya membuatku menghapus cepat air mataku, melihat kearah Patton yang sudah menatapku tajam, apa yang ada dipikiran laki-laki itu?. "kau sudah merasa tenang Dion?" Patton mulai membuka suara, Dion hanya mengangguk, tatapannya menatap lurus kearah tembok yang berdiri kokoh dihadapannya. "dan kau Alisa, kau juga sudah merasa tenang?" secara spontan mataku membelalak sangat lebar menatap Patton tak kalah tajam dengan tatapannya, menunjukan ekspresi wajah yang seakan mengatakan apa-maksudmu?.

"tenanglah Dion, kau harus melupakan gadis bodoh seperti Tika" Patton mulai mendekati Dion, duduk disampingnya, menyentuh pundaknya dengan sentuhan khas seorang pria. Dion hanya mengangguk, "kau pasti akan menemukan cinta sejatimu, bahkan dia sangat dekat denganmu, kau akan sadar suatu saat nanti" mendengar ucapan Patton membuat Dion menatapnya dengan kening yang berkerut, itu artinya dia tak mengerti dengan apa yang dimaksud Patton, sementara aku hanya bisa menatap Patton dengan tatapan heran sekaligus bingung. apa yang dimaksud Patton? aku tak pernah menceritakan perasaanku pada Patton selama ini, memang sering kali Patton menangkap basah saat aku menatap Dion dengan intens, yang jelas tanpa sepengetahuan Dion. Patton juga pernah menanyakan perasaanku pada Dion, namun aku mengelak penilaiannya kalau aku mencintai Dion dengan alasan kami sahabat.

Belum sempat aku menanyakan apa yang dimaksud Patton dengan ucapannya tadi, ia sudah pergi meninggalkan kami dengan alasan banyak tugas yang harus ia kerjakan. tak beberapa lama Dion juga pamit untuk pulang, ia bilang ingin sendiri saat ini. baiklah mereka semua pergi meninggalkan luka yang aku dapatkan dari Dion dan juga rasa penasaran yang sudah dilukiskan dengan indah oleh Patton. dua laki-laki itu selalu aneh dan tak pernah jauh-jauh dari kata misteri. dengan terpaksa aku menelan pahit semua rasa itu.

5 tahun kemudian

Sekarang aku sudah bekerja disalah satu stasiun tv di Jakarta, meninggalkan jauh keluarga dan sahabatku yang ada di Sidoarjo. sebenarnya tak ingin melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi, stasiun tv ini sendiri yang memintaku untuk bekerja sama dengannya, gajinya pun cukup menggiurkan untukku. jelas aku tak ingin menyia-nyiakan tawaran menggiurkan ini.  sementara Patton sekarang sudah menjadi lawyer yang sukses diusianya yang masih 25 tahun. dan Dion, dia bergabung dengan perusahaan besar yang menjadikan Dion seorang desaign interior yang sangat hebat.

Kedua sahabatku itu sangat terkenal didunia maya, karna ketampanan dan kemapanan yang mereka miliki, membuat gadis-gadis meneteskan air liurnya saat mereka berdua lewat didepan kerumunan gadis-gadis itu. mengenai perasaanku pada Dion, sampai sekarang pun aku masih memendam cinta bodoh itu, rasanya semakin terasa sakit dan menyiksa. sudah berapa tahun aku memendam perasaan ini, mulai dari SMP sampai umurku genap 25 tahun, itu bukan waktu yang singkat. tapi terasa sangat singkat karna tak ada pengungkapan dan pernyataan atas perasaan ini.

Semenjak kejadian Tika yang menyakiti Dion, ia tak lagi menjalin hubungan dengan seorang wanita, ia lebih memilih untuk konsentrasi dengan cita-citanya, dan dia berhasil menggapai apa yang dia inginkan itu. seringkali Dion menelfonku hanya untuk menanyakan kabar dan kapan kembali ke Sidoarjo, aku hanya menjawab 'tak tau' karna memang aku benar-benar tak tau kapan aku akan pulang. aku harap aku bisa pulang, aku sangat merindukan orang tuaku dan kedua kakak laki-lakiku. aku juga merindukan Patton, apa lagi Dion.

Sebelum aku berangkat ke Jakarta, secara tak sengaja aku bertemu dengan Tika yang sedang bergelayut manja dilengan laki-laki disebuah cafe. emosiku sudah mencapai ubun-ubun, aku pun menyiramnya dengan air berwarna merah darah dimeja milikku, menumpahkan cream soup tepat diatas rambutnya yang indah itu, terlihat sangat indah dengan tataan cream soup yang menjijikan. ia sempat mencaci maki atas perbuatanku tapi aku tak kalah ganasnya dengan dia, beruntung kak Andre sempat mengajarkan sikap sinisnya padaku, atau kak Farhan yang mengajarkanku memiliki sifat tegas. aku memanfaatkannya saat itu, sampai akhirnya Tika mundur beberapa langkah dariku dengan wajahnya ketakutan.

Beruntung sekali saat itu aku tengah sendirian, sementara laki-laki yang menjadi teman kencan Tika berlari menyusul kekasih busuknya itu. mengingat hal itu bisa menghadirkan lengkungan kecil yang hinggap dibibirku, bahkan aku menggeleng kecil saat mengingat hal itu. packing hari ini telah usai, lebih baik aku beristirahat. besok pagi perjalanan ku akan sangat panjang, dan aku pun mulai terlelap.

***

"selamat pagi" teriakku memenuhi apartement ini, lebih tepatnya pada diriku sendiri. dengan semangat aku bergegas kekamar mandi, membesihkan seluruh tubuhku dari keringat semalam. setelah semuanya siap aku menyambar koperku yang bisa dibilang lumayan besar, memasukannya kedalam bagasi mobilku. ku jalankan mobilku dengan senyum yang semakin melebar.

"i come back, Surabaya" teriakku saat keluar dari airport. tak peduli dengan tatapan aneh orang-orang disekitarku,yang penting aku bahagia bisa berlibur disini, bertemu papa, memeluk mama, dan menggoda kak Andre, tertawa bersama kak Farhan. yang lebih menyenangkan lagi aku akan bertemu kedua sahabat bodohku, Patton dan Dion, termasuk laki-laki yang aku cintai. i'm very happy!!

Setelah menunggu sangat lama, akhirnya mobil kak Andre menjemputku, beruntung aku sedang senang hari ini jadi aku tak mengomelinya seperti biasa. "kenapa kau pulang sangat cepat, padahal baru saja aku menikmati hari-hari tenangku tanpamu" bisa kalian bayangkan betapa menyebalkannya kakakku yang satu ini, sudah dua tahun aku berada di Jakarta, dan dia bilang itu sangat cepat. kau benar-benar menyebalkan kak Andre, "katakan saja kalau kau merindukanku" sahutku santai tanpa perlu menatap wajah menyebalkan miliknya.  dia mencibirku tapi aku tetap tak mempedulikannya.

Sesampainya dirumah, papa, mama, dan kak Farhan menyambutku dengan suka cita. aku memeluk mereka satu persatu tak terkecuali dengan kak Andre, walau pun dia menyebalkan, tapi aku tetap menyayanginya, begitu pula sebaliknya. "aku merindukanmu my little sister" itu panggilan kak Farhan untukku, ia bergumam dalam pelukan kami, aku hanya menggangguk. setelah berharu-haru-ria, aku merasakan handphone yang ada disaku celanaku bergetar, tanda ada pesan masuk, segera aku membukanya dan membacanya.
aku dengar kau pulang hari ini, bersiap lah nanti malam. aku akan menjemputmu. aku tak ingin menyia-nyiakan waktuku lagi kali ini. sampai bertemu nanti malam Alisa.
Dion.

aku sudah tau itu kau Dion, aku menyimpan nomormu! tapi apa maksudnya dia mengatakan ta ingin menyia-nyiakan waktunya lagi? oh tidak Dion, kau membuat rasa penasaran membunuhku saat ini.

Malam tiba, itu artinya aku akan pergi dengan laki-laki yang selama ini aku cintai, Dion. meski pun sudah berkali-kali aku melakukan hal ini dulu, tapi entah mengapa, aku sangat gugup malam ini. tenanglah Alisa, Dion sahabatmu, tenang! hilangkan dulu perasaan cinta bodohmu itu. Tenang Alisa!!.

tiinn.. tinn...

Itu suara mobil Dion, dia sudah menungguku didepan rumah. tanpa a-i-u-e-o, aku sedikit berlari kecil keluar rumah setelah meminta izin pada mama dan papa, mengecup kening mereka cepat. Dion sangat tampan malam ini, ia menggunakan kemeja putih bergaris-garis hitam, celana jeans hitam dan juga sepatunya yang senada dengan pakaiannya. rambutnya yang hitam pekat sedikit bergelombang itu dibiarkan acak-acakan, membawa kesan manis untuknya.

Selama perjalanan kami hanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing, sesekali Dion melirik kearahku, dan aku melakukan hal yang sama, namun dia tetap diam. sampai akhirnya kami duduk disebuah restaurant yang bernuansa romantis, aku tak tau Dion akan membawaku kesebuah restaurant. beruntung sekali aku malam ini menggunakan dress selutut dengan warna pink pastel tanpa lengan, menutupi lenganku denga blezer sepanjang siku dengan warna yang senada, ikat pinggang yang kecil melingkat dengan indah diperut rampingku, sedangkan rambut hitam milikku, ku biarkan tergerai dengan indah, dan hanya menggunakan flat shoes warna putih yang senada dengan jam tangan dan ikat penggangku. setidaknya aku tak salah kostum hari ini, biasanya aku hanya menggunakan kaos dan celana jeans saja. akan sangat lucu jika aku menggunakan pakaian itu dan masuk kedalam restaurant yang megah ini.

Kami memesan makanan sampai akhirnya kami larut dalam tawa dan canda yang kami buat, sesekali aku atau pun Dion menyeritakan kejadian-kejadian konyol yang kami alami. bahkan pembicaraan malam ini tak ada nuansa keseriusan sedikit pun. jarang sekali kami menghabiskan waktu berdua seperti ini, biasanya Patton selalu ada. namun sayangnya hari ini Patton sedang sibuk dengan sidangnya. walau pun sebenarnya aku sedikit kecewa karna aku kira Dion sudah memiliki perasaan yang berbeda hingga dia membawaku kerestaurant seromantis ini, tapi dugaanku salah, mungkin aku yang terlalu ke gr-an dengan sikap baiknya.

Kami saat ini sedang dalam perjalanan pulang, kami kembali berpelukan dengan keheningan. entah kenapa suasana didalam mobil ini begitu canggung, Tuhan aku benci kecnggungan! "berhenti didepan taman itu Di" ucapku pada Dion, jariku menunjuk kearah taman sepi tepat didepan kami. merilekskan sejenak pikiranku dengan menghirup udara taman itu lebih baik. hanya itu yang ada dipikiranku.

Dion menghentikan mobilnya tepat didepan taman, dia menatapku dengan alis yang saling bertautan, tapi aku tak mempedulikannya, aku tetap keluar dari mobil, berdiri dan bersandar dibagian depan mobil Dion. sebenarnya aku hanya ingin merileks kan pikiran kacauku tentang harapan bodohku tadi, mana mungkin Dion mencintaiku, mana mungkin Dion melamarku. kumohon dewi cinta, pukulan aku dengan palumu, agar aku sadar seseorang yang bersamaku sekarang tak akan mencintaiku. "apa yang kau pikirkan?" Dion sudah pindah tepat berada disampingku saat ini, aku hanya menggeleng.

Aku menaiki engine hood mobil Dion, menyadarkan tubuhku dikaca depan mobil ini, tak peduli akan pantatku yang merasa panas karna bersentuhan dengan mesin mobil ini, pemandangan diatas langit sangat indah seakan membayar semua rasa panas yang pantatku rasakan, atau rasa panas yang hatiku rasakan saat ini? "sejujurnya aku bingung" Dion melakukan hal yang sama denganku, hanya saja dia melipat kedua tangannya dibelakang kepalanya, seakan tangan itu menjadi bantalan kepalanya. "bingung apa?" tanyaku tanpa perlu menatapnya, aku masih menatap kelap-kelip bintang yang indah malam ini, dari pada harus melihat wajah tampan milik Dion membuatku semakin sakit. "aku bingung, aku tak pernah melihatmu menjalin hubungan dengan seorang pria. bagaimana kau mau menikah, pacar saja tak punya" ungkapnya yang lebih terlihat menyindirku, bagaimana bisa aku menikah sedangkan laki-laki yang aku cintai tak mencintaiku, apa aku harus mengucapkan hal itu? tentu saja, pada akhirnya aku hanya mengucapkannya dalam hatiku saja. beberapa menit aku terdiam tak menjawab ucapan Dion.

Telah lama ia mengungguku yang tak kunjung menjawab pertanyaannya, sampai akhirnya dia bertanya lagi, "apa ada laki-laki yang kau cintai Alisa?" kali ini Dion menatapku, "ada" sahutku singkat masih tanpa menatapnya, "siapa dia?" Dion kembali memalingkan pandangannya dariku. itu kau Dion! hanya kau yang selama ini aku cintai, tak ada yang lain bodoh! "seseorang yang bodoh" mendengar perkataanku Dion kembali memandangku, dia tersenyum dan kembali menatap bintang.

"aku ingin menikah"

BLUM!!

itu benar-benar palu yang sangat besar dari dewi cinta. dewi dewi cinta, kau benar-benar menghantamku dengan palumu yang sangat besar. hatiku benar-benar hancur mendengar keinginan laki-laki yang aku cintai. aku.. aku belum siap melihat Dion bersanding dengan wanita lain untuk yang kesekian kalinya. apa lagi wanita itu akan memiliki Dion seutuhnya.

"menikahlah jika itu yang membuatmu bahagia Dion" ucapku pada akhirnya, walau perih aku berusaha menahan air mataku, berkali-kali mengedip-kedipkan mataku menahan cairan bening itu mengaliri pipiku. "benarkah?" tanya Dion, "ya" jawabku singkat, sungguh kali ini aku benar-benar berbohong. dan rasanya sangat sakit membohongi diriku sendiri. aku memejamkan mataku, menahan semua rasa nyeri yang berasal dari batinku, menahan air mataku, menahan tubuhku agar tak memeluk Dion untuk yang terakhir kalinya.

"kalau begitu, menikah lah denganku Alisa"

Kubuka mataku, ternyata Dion sudah duduk dihadapanku, membawa sekotak warna putih bening, dengan cincin cantik didalamnya, telapak tangan kananku menutup mulutku yang menganga sangat lebar. bangkit dari posisi tidurku, duduk dihadapan Dion masih dengan tatapan terkejutku. "Will you marry me Alisa?" aku masih menatap Dion dengan ragu, apa aku mimpi? apa ini semacam dare dari Patton, permainan apa ini? "kau tidak sedang bermimpi Alisa, ini juga bukan dare dari Patton, dan aku serius tidak sedang main-main" jawabnya seakan bisa membaca pikiranku. Dion mengubah wajah gugupnya dengan senyuman menenangkan, apa yang aku bilang barusan? Dion gugup. oh Tuhan dia serius.

"yes, I will" senyum Dion semakin melebar, ia memasangkan cincin cantik itu dijari manisku dan memelukku, "aku mencintaimu Alisa" aku senang mendengarkan ucapannya, tapi.. "sejak kapan?" tanyaku sedikit ragu-ragu, Dion melepaskan pelukannya, membuat tubuhkku bersorak kecewa dengan perlakuannya, "sejak kau pergi ke Jakarta, dan dari situ aku sadar, aku menyimpan perasaan yang berbeda. aku menceritakan pada Patton, dan dia bilang kau merasakan hal yang sama denganku" Dion masih menatap mataku dengan tajam, aku tesenyum dan memeluknya, kini lebih erat. benar dugaanku bahwa Patton mengetahui perasaanku pada Dion. aku harus berterima kasih padanya, berterima kasih pada dewi cinta yang sudah menembakkan cupidnya pada Dion untukku, berterima kasih pada Tuhan yang sudah memberikan takdir terindah seperti ini.

Sekarang aku paham, bahwa datangnya cinta tak pernah peduli pada siapa, sedang dimana, dan bagaimana kondisi mereka. cinta datang begitu saja, entah apa yang kamu pilih. berjuang dan mempertahankan cinta itu, atau melepasnya tanpa ada perjuangan sedikitpun. jika cinta itu menyakitimu ikhlaskanlah, suatu saat cinta itu akan membuat senyum terindah dibibirmu.

THE END

Komentar